23 Mei 2011

O, Guru, Aniaya Itu, Ah ... Ikhlaskan Saja

Saya yakin, guru swasta tidak hanya disia-siakan oleh sistem di dalam yayasan tempatnya bernaung. Guru swasta juga sering teraniaya oleh kebijakan-kebijakan pemerintah dan pemerintah daerah. Sudahlah, kalau mau membuktikan pelajari saja yang ada di awal pusat permulaan permasalahannya yaitu PP 48/2005.

Di sisi lain, selalu terjadi perbedaan antara Guru non PNS sekolah negeri dengan guru swasta dalam hal penerimaan insentif daerah, belum lagi persoalan di seputar kesejahteraan, yang seakan-akan tidak habis-habisnya meremehkan peran guru swasta.

Seandainya semua anggota DPR/D mau menyimak persoalan guru swasta ini dengan baik, barangkali mereka sekarang sudah memikirkan suatu usulan untuk membuat satu permen/perda yang dapat memobilisasi dana berasal dari para orangtua siswa dan stakeholders pendidikan khusus bagi guru swasta. Tapi sayang, mereka sedang sibuk sendiri kayaknya.

Padahal jika bicara urusan kinerja, baik guru PNS maupun guru swasta, tak pernah ada yang mengatakan harus dibedakan. Oleh pemerintah tidak pernah dibedakan tanggungjawab mereka terhadap kualitas hasil proses pendidikan anak bangsa, di dalam maupun di luar ruang-ruang kelas.

Jangankan terhadap keberhasilan, terhadap proses pendidikan yang gagal pun mereka harus mengakui sebagai penanggungjawabnya. Tetapi begitu dibenturkan pada urusan kesejahteraan atau peningkatan kompetensi, guru swasta paling terpojok, terjungkal, dan dipaksa bergolak. Atau, diam saja menyerah kalah oleh keadaan. Itulah pilihannya.

Namun ketika para guru swasta akhirnya memilih berani dan gigih memperjuangkan dihapuskannya diskriminasi guru, gerakan mereka malah sering dituduh kontra produktif. Jadi, apakah aniaya itu boleh diikhlaskan begitu saja?

12 Mei 2011

O, Guru, Mari Menyoal Tugas Pengawas

Dulu guru hanya kenal satu pengawas, pengawas sekolah. Sejak dikawinkannya Permendiknas Nomor 12 tahun 2007 dan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008, maka dilahirkanlah banyak pengawas, yaitu pengawas satuan pendidikan, pengawas mata pelajaran, atau pengawas kelompok mata pelajaran.

Terus yang sering mendatangi sekolah kita itu pengawas yang mana ya? Biasanya ketuk pintunya di ruangan kepala sekolah. Mereka berdua bincang-bincang sejenak, kemudian tiba saatnya kepala sekolah minta dipanggilkan wakil kepala sekolah, atau guru untuk mengisi format instrumen penilaian. Dulu kok selalu begitu.

O, guru, sekarang ada pengawas satuan pendidikan, yang tugasnya adalah melaksanakan supervisi manajerial dan supervisi akademik.

Kegiatan bagi pengawas satuan pendidikan untuk ekuivalensi dengan 24 (dua puluh empat) jam tatap muka per minggu adalah sebagai berikut: (a.) Jumlah sekolah yang harus dibina untuk tiap pengawas satuan pendidikan paling sedikit 10 (sepuluh) sekolah dan paling banyak 15 (lima belas) sekolah, (b.) Jumlah guru yang harus dibina untuk tiap pengawas satuan pendidikan paling sedikit 40 (empat puluh) guru dan paling banyak 60 (enam puluh) guru. Tuh, kan, berat, tapi tak sedikit guru yang pengen juga menjabatnya.

11 Mei 2011

O, Guru, Pahami Ini Juga

Permendiknas Nomor 12 tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah, menyatakan bahwa jenis pengawas terdiri dari

1). Pengawas Taman Kanak-Kanak/Raudatul Athfal (TK/RA) dan Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI),

2). Pengawas Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs) dan Pengawas Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA) dalam Rumpun Mata Pelajaran yang Relevan (MIPA dan TIK, IPS, Bahasa, Olahraga Kesehatan, atau Seni Budaya),

3). Pengawas Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan (SMK/MAK) dalam Rumpun Mata Pelajaran yang Relevan (MIPA dan TIK, IPS, Bahasa, Olahraga Kesehatan, Seni Budaya, Teknik dan Industri, Pertanian dan Kehutanan, Bisnis dan Manajemen, Pariwisata, Kesejahteraan Masyarakat, atau Seni dan Kerajinan).

Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru Pasal 54 ayat (8) menyatakan bahwa pengawas terdiri dari pengawas satuan pendidikan, pengawas mata pelajaran, atau pengawas kelompok mata pelajaran.

Kondisi jenis pengawas saat ini ada yang sudah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 74 tentang Guru Pasal 54 ayat (8) dan (9) dan ada yang sesuai dengan Permendiknas Nomor 12 tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah.

Dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak berlakunya Permendiknas Nomor 39 Tahun 2009 tentang Pemenuhan Beban Kerja Guru dan Pengawas Satuan Pendidikan, jenis pengawas disesuaikan dengan kondisi saat ini. Selanjutnya harus mengikuti ketentuan sebagaimana disebut dalam Peraturan Pemerintah 74 tahun 2008 tentang Guru.

Sebagai guru, kita tunggu saja, mana yang lebih dulu memenuhi ketentuan, guru atau pengawas. Begitu bukan?

O, Guru, Paham Ini Bukan

Bahwa Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dalam kurun waktu 2 (dua) tahun sejak diberlakukannya Pemendiknas Nomor 39 Tahun 2009 tertanggal 30 Juli 2009 tentang Pemenuhan Beban kerja Guru dan Pengawas Satuan Pendidikan harus sudah memiliki rencana kebutuhan guru pada daerah masing-masing, melakukan redistribusi kelebihan guru dan merencanakan rekruitment guru baru. O, kalau demikian bulan Juli 2011 depan sudah tiba waktunya tuh.

Sesuai ketentuan, pemenuhan kewajiban mengajar paling sedikit 24 jam tatap muka dalam 1(satu) minggu merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh seorang guru. Keberhasilan pemenuhan beban kerja guru sesuai dengan ketentuan sangat bergantung pada pemahaman, kesadaran, keterlibatan dan upaya sungguh-sungguh dari segenap unsur yang terkait. Siapa saja unsur terkait ini, tahu kan?

Upaya unsur-unsur terkait itu dalam pemenuhan beban kerja guru juga merupakan cermin keberhasilan rencana pengembangan sekolah. Sebab, pelaksanaan pemenuhan beban kerja guru ini akan mendukung tercapainya guru profesional yang mampu menghasilkan insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif secara adil, bermutu, dan relevan untuk kebutuhan masyarakat Indonesia dan global. Percaya saja lah.

07 Mei 2011

O, Guru, Kurikulummu Sebentar Lagi Baru

Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh mengatakan, Kementerian Pendidikan Nasional berencana merombak kurikulum beberapa mata pelajaran pada pendidikan dasar dan menengah (http://edukasi.kompas.com/)

Ini mengingatkan lagi ketika KBK diterbitkan menjelang 2004 yang tak lama kemudian diubah menjadi KTSP dan sekarang 2011 akan diubah lagi, sehingga saya semakin yakin kalau ganti menteri bakalan ganti kurikulum.

Bagi guru-guru yang bosan kekenyangan merasakan berkali-kali pergantian kurikulum maklum sudah bagaimana harus bersikap. Silahkan, Mendiknas mau bawa ke mana pun kurikulum itu nanti. Termasuk bawaannya dengan seabreg kiat pengembangan dan penyempurnaan terhadap kurikulum yang mendahului. Tetap saja hanya ada satu hal yang sudah menjadi kepastian, yaitu para gurulah yang akan menjadi ujung-tombaknya.

Sebab, guru-gurulah yang akan lebih dulu berada di ruang-ruang kelas berhadapan dengan para siswa untuk mengimplementasikan kurikulum baru apapun namanya. Jadi bukan para birokrat kantoran atau para pejabat pembuat kebijakan yang membarukan setiap kurikulum cukup dari belakang meja-meja kerja mereka.

O, Guru, Karaktermu Itu Pendidikannya

Di Hardiknas tahun 2011 ini Mendiknas mencanangkan Pendidikan Karakter.sebagai Pilar Kebangkitan Bangsa. Kok begitu ya? Maksudku, kok tidak memosisikan guru sebagai sumber segala sumber pendidikan karakter. Apakah bukan guru itu sendiri yang seharusnya menjadi materi pendidikannya?

Jika dikehendaki pendidikan karakter itu di ruang-ruang kelas, semoga saja semua guru bisa memahaminya secara utuh. Paling tidak bisa memaknai perannya, bahwa yang dibutuhkan dalam pendidikan karakter sama sekali bukan sekedar seberapa piawai guru menransfer pengetahuannya ihwal karakter ke anak didik.

Teman guru saya pernah memarahi anak didiknya yang ketahuan merokok di sekolah, tetapi entah sadar atau tidak, rokok di sela-sela jemarinya masih menyala. Saya juga mempunyai teman seorang kepala sekolah yang di halaman sekolahnya terpampang tulisan larangan merokok. Maaf ini baru tentang rokok, bagaimana dengan budi pekerti?

Oleh karena itu, menjadi guru yang profesional, bermartabat dan sejahtera tentu akan dapat memberikan contoh keteladanan, sehingga benar-benar bisa digugu ditiru sebagai bagian dari pendidikan karakter yang suksesnya tidak usah meniru P4 dulu itu.

O, Guru, Mutumu Berkisar dari Satu Pembinaan ke Pembinaan Ya

Antara kepala sekolah dan guru saling meyakini, baik yang memimpin maupun yang dipimpin tak mungkin lepas dari dekapan kesalahan, walaupun ada solusinya.
Sebagai atasan, kepala sekolah wajib memperbaiki atau menyempurnakan kinerja guru-guru bawahannya. Begitu pula guru-guru sebagai bawahan wajib menunaikan perintah atau tugas dari atasannya, berusaha keras menghindari kekurangan dan kesalahan.

Namun, tidak perlu terhadap kekurangan dan kesalahan guru selalu kata pembinaan yang digunakan kepala sekolah sebagai satu-satunya senjata pamungkas mengakhiri kekurangan dan kesalahan. Apalagi cuma dijalankan rutin setiap hari Senin, misalnya.

Jika yang demikian diteruskan, bagaimana mungkin bisa dikembangkan kebiasaan saling memuji keunggulan masing-masing, yang diharapkan berujung secara bijak mampu merefleksi diri sehingga melangkahnya berorientasi ke depan.

Mestinya kepala sekolah banyak memberikan motivasi, bertindak atas umpan balik positif, mengutamakan reward ketimbang hukuman. Dan ini tidak bakal bisa ia lakukan di saat pertemuan dengan guru-guru yang suka disebut pembinaan itu.

O, Guru, Statusmu Non PNS

Apakah Anda berprofesi sebagai guru non PNS? Anda pasti merasakan perlakuan tidak adil dan dianaktirikan. Tapi benarkah itu akibat penciptaan banyak kutub di antara status guru? Atau, karena belum seriusnya pemerintah dalam menjaga dan melindungi profesi guru? Atau, karena ketakberdayaan yayasan dalam mengupayakan tingkat kesejahteraan yang memadai tanpa membebani masyarakat dengan cara menaikkan biaya pendidikan?

Keprofesionalan guru terpola akibat campurtangan dua kekuatan, yaitu pemerintah dan yayasan. Pemerintah jelas-jelas mengatur dan memaksa guru agar senantiasa menaati segenap undang-undang, peraturan pemerintah, dan belasan Permendiknas serta ratusan butir rambu-rambu.

Bagi guru non PNS terasa banget betapa congkaknya produk peraturan dan perundang-undangan mereka itu dalam memperlihatkan, bahwa pemerintah berkepentingan atas dipenuhinya kualifikasi akademik dan kompetensi bagi siapapun yang layak berdiri berhadapan para peserta didik di ruang-ruang kelas.

Tapi para guru non PNS mau berbuat apa selain harus tunduk takluk untuk menyesuaikan diri. Sebab, tidak ada pilihan lain lagi.

Yayasan, kalau tak mampu memenuhi kesejahteraan guru non PNS, masih bisa memberikan tekanan kultural. Mereka ingin menciptakan sosok guru non PNS memiliki pola perilaku yang oleh masyarakat boleh dan tidak boleh dilakukan di dalam maupun di luar ruang-ruang kelas.

Mulai dari cara guru non PNS berkomunikasi dengan tutur kata, berpenampilan dari cara berpakaian, sikapnya dalam pergaulan di lingkungannya dll. Menguak kekuatan kehendak yayasan ini akan menyebabkan guru non PNS terhempas kandas kehilangan integritas di mata masyarakatnya..

O, Guru, Masih Gurukah Anda?

Seandainya perjalanan para guru selama mengantarkan para anak didik menuju puncak prestasi dilakukan dengan senantiasa bersikap gigih, ulet, dan sabar, namun hasilnya tidak mencapai tujuan yang diharapkan, apakah secara otomatis guru yang gagal? Apakah selalu berarti, kegagalan anak didik adalah kegagalan gurunya?

Bila benar, kegagalan anak didik adalah kegagalan guru, maka pasti ini cerminan kinerjanya yang buruk. Padahal kualitas kinerja guru bergantung keberhasilan kepala sekolah, dan kualitas kinerja kepala sekolah, bergantung keberhasilan atasannya. Tapi mengapa keberhasilan anak didik tidak otomatis membawa penghargaan terhadap gurunya?

Kait-mengait kinerja ini jangan dihindari, atau diingkari. Walaupun sebaik-seburuk apa pun kinerja guru, pendapat para pemegang kekuasaan lah yang harus dianggap benar. Guru sebagai bawahan boleh bisu ketakutan bila melakukan pembelaan.

O, guru, masih gurukah Anda bila kultur sekolah menjadi tidak kondusif seperti itu? Sebab, yang kondusif tentu nampak pada bagaimana sekolah melakukan pengelolaan hari-hari efektif fakultatif dan hari-hari efektif.

Kultur sekolah yang tumbuh dan berkembang sangat kondusif bagi lahirnya kreativitas, tanggungjawab, dan kebersamaan guru serta seluruh tenaga kependidikan lainnya. Untuk mewujudkan ini merupakan tugas dan tanggungjawab setiap kepala sekolah dalam memberikan jawabannya.

O Guru, Kapan Suksesnya

Semoga saja masih ada guru yang mengatakannya dari dasar hati yang paling dalam, bahwa alasan paling azasi mengapa mendidik anak-anak kita, bukan hanya untuk membekali mereka pengetahuan dan kecakapan, agar nilainya bagus, naik kelas, lulus ujian, tetapi juga menginginkan agar anak-anak kita berakhlak mulia.

Dengan tetap berjalan di koridor akhlak mulia inilah, diharapkan anak-anak kita kelak berhasil memenuhi apa yang mereka butuhkan untuk meraih kecukupan ekonomi dan kepuasan pribadi. Paling tidak bisa menyamai kesejahteraan dan kebahagiaan kita, orangtua mereka, atau kemuliaan guru-guru mereka.

Ampun guru, ada teman saya yang sekarang sudah berhasil secara ekonomi, menjadi bos terkenal dan kaya, tapi dulu dia bukan murid pandai di kelas kita. Kenapa bintangnya justeru bersinar cemerlang setelah dia terjun ke masyarakat dan berada di dunia yang sebenarnya?

Lalu apakah tepat untuk menyebut guru sebagai guru yang sukses, karena dia telah memenangkan lomba berkali-kali atau pernah meraih gelar guru teladan? Terserah jawaban Anda. Namun bagi saya, guru harus sukses mempersiapkan anak-anak kita belajar bagaimana belajar, justru setelah mereka berada di dunia nyata, di luar ruang-ruang kelas.

O Guru, Jangan Asal Mengaku telah Melakukan Aksi Berinovasi

Saat ini orang mudah sekali memperoleh informasi ihwal berbagai model pembelajaran inovatif. Namun, guru jangan begitu saja menerima hasil polesan itu sebagai satu-satunya temuan mutakhir dalam inovasi pembelajaran.

Atau, sebagaimana kata Dave Meier guru jangan terlalu terpesona oleh metode-metode yang menekankan kesenangan dan permainan, muslihat cerdik, dan teknik-teknik menarik tanpa bukti sama sekali, bahwa semua ini dapat menghasilkan nilai yang awet, tanpa lebih dahulu memikirkan asumsi-asumsi mengenai belajar itu sendiri.

Belajar yang benar menyangkut baik ini/maupun itu, baik buku maupun pengalaman, baik kata maupun gambar, baik otak kanan maupun otak kiri, baik proses berurutan maupun simultan, baik refleksi abstrak maupun pengalaman konkret. Pembelajaran harus berdasarkan aktivitas, pengalaman dalam konteks dunia nyata seotentik mungkin, melibatkan seluruh otak, seluruh tubuh dan seluruh indra (Dave Meier, 1999)

Jadi, modal siswa yang berupa akal maupun nafsu, semuanya wajib dilayani dengan benar oleh guru. Walaupun demikian, mampukah guru seorang diri menerapkan pendidikan yang sedemikian ideal dalam sebuah kelas yang tidak ideal?
Sebab, kelas dengan jumlah siswa lebih-kurang 30 orang, pasti bukan kelas ideal. Selain ini, juga harus diingat, kebanyakan guru mengelola kelas reguler, bukan kelas akselerasi, maka di dalam kelas guru selalu menjumpai siswa malas dan nakal.

Implikasinya adalah jika siswa malas maka nilai kognitifnya akan buruk, dan jika siswa nakal maka nilai afektifnya akan jelek. Dengan keadaan siswa seperti ini, bukankah semestinya malah merupakan tantangan bagi guru?
Untuk itu, guru harus merasa memikul tugas untuk mengubah siswa malas menjadi rajin, dan siswa nakal menjadi baik. Dan dengan guru menguasai praktik berbagai model inovasi pembelajaran barangkali semuanya itu akan teratasi.

O, Guru, Aku Tak Cuma Mengingatmu di Hari Guru

Karena aku yakin, sampai kapanpun gurulah kunci pembuka segenap pintu memasuki keberhasilan tujuan pendidikan. Keberhasilan siswa pastilah cerminan dari keberhasilan kinerja gurunya. Oleh karena itu, hargailah para guru itu.

Tapi, apa sih puasnya setiap saat kita hanya menghargai mereka dengan adagium guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa?

Kenapa tidak diakui terus-terang saja kalau para guru itu memang berjasa? Kemudian, tidak perlu merasa bersalah memberi mereka sebuah tanda yang cukup memadai, yang senilai dengan martabatnya dengan seorang pahlawan. Atas nama para guru, terimakasih.

Namun, kalau ada oknum guru yang berbuat khilaf gagal mewujudkan cita-cita itu, biasanya media massa terkesan sekehendaknya menilai rendah guru. Dengan berita-berita miring itu, profesi guru seakan sah saja ditekan-tekan, dilecehkan dengan sarkasme, dan cara-cara lain yang nuansanya merendahkan martabat guru sehingga banyak menimbulkan perasaan tak suka kepada profesi guru.

O, Guru ... !! Tak Ada Siswa Bodoh ... !!

Banyak guru tidak menyadari, bahwa mereka dituduh telah melakukan malapraktik pendidikan, jika tidak dapat menyesuaikan diri dengan ketentuan dalam Pasal 10 ayat 1, UURI 14/2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 28 ayat 1, PP 19/2005 tentang SNP, Pasal 3 ayat 2, PP 74/2008 tentang Guru, dan Permendiknas 41/2007 tentang Standar Proses. Untungnya masyarakat tak banyak tahu tentang ini, atau kalau tahu tak pedulikan itu.

Guru baru merasakan gusar dan tersinggung berat ketika dikatakan, bahwa seharusnya tidak ada siswa yang bodoh, tetapi yang ada adalah guru yang tidak bisa mengajar.

Pernyataan ini pasti akan dibantah. Sebab, bukan karena guru tidak bisa mengajar, tetapi cara mengajarnya yang main pukul rata menerapkan metode pembelajaran dan cara melakukan penilaian semua diseragamkan.

Padahal guru-guru itu tahu, bahwa setiap siswa memiliki keunikan kecerdasan. Sehingga tidak pas kalau hanya satu metode pembelajaran digunakan melayani seluruh tipe kecerdasan siswa, termasuk juga cara melakukan penilaian. Ini mengakibatkan tidak mudahnya proses belajar pada diri siswa, dan disimpulkan dia sebagai siswa yang mengalami kesulitan belajar, alias lamban, atau bodoh.

Tidak ada yang perlu dituding salah dari kekurangan-kekurangan yang dialami oleh mereka, guru dan siswa. Yang jelas, semakin ke depan justru makin banyak dirasakan, bahwa sistem pendidikan kita kurang leluasa dalam memberikan ruang gerak yang memungkinkan guru melakukan pembelajaran optimal melayani siswa sesuai dengan tipe kecerdasan mereka.

Jadi, satu contoh saja, seperti penyelenggaraan ujian nasional, terkait dengan pelayanan optimal guru kepada tipe kecerdasan siswa, tidak mungkin bisa mengurai benang kusut persoalan pendidikan.

O, Guru ... !!

O, Guru !
Ketika para guru diminta mengapungkan kesadaran berpikir kritis dan berpikir kreatif ke permukaan kolam ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dari kedalaman sekian banyak mata pelajaran yang harus diceburi oleh para anak-didik di sekolah, agaknya akan senantiasa menjadi beban bagi para guru.

Di ruang-ruang kelas beban itu disandang, karena tidak didukung oleh tenaga simpanan pengalaman belajar mereka di masa lampau. Hampir sama dengan kebanyakan dengan para anak-didiknya sekarang ini, guru-guru itu sejak duduk di bangku SD sampai SMA dipastikan kurang sekali diberi kebebasan agar terdorong belajar merenangi gelombang demi gelombang cara-cara berpikir kritis dan kreatif.

Pada saat itu, mereka sebagai siswa mengalami masa-masa bersekolah yang kurang demokratis. Artinya, terbiasa mengiyakan semua apa yang disampaikan oleh para guru, ditambah pola makannya dengan menu ilmu yang hanya mengandalkan racikan tunggal para guru, menyebabkan mereka seringkali mengalami sembelit alternatif dalam upaya mengeluarkan kemampuan guna mencari cara lain menguasai mata pelajaran yang diajarkan.

Jadi, kalau dunia pendidikan kita sekarang terpuruk, kenapa mesti guru yang merupakan produk pendidikan masa lalu itu yang disalahkan.

21 April 2011

SMS Jawaban Soal UN SMA Sudah Diterima Sebelum ke Sekolah

OPINI | 21 April 2011 | 14:01

Teman-temanku pengawas ruang UN terkejut banget. Sebab sesuai prosedur, LJUN dibagikan lebih dulu ke siswa peserta UN sebelum lembar soalnya. Langkah ini dilakukan agar para siswa memiliki cukup waktu buat mengisi identitas diri peserta UN dan sebagainya. [Maaf, demi melindungi sumber, aku tak sebutkan nama-nama]

Keajaiban terjadi, ternyata hampir semua penempuh UN bisa menjawab semua soal dengan menandai LJUNnya!

Ini jelas fenomena kebocoran soal, artinya ada yang sudah menjawabi soal sebelum soal itu dibagikan dalam ruang-ruang ujian. Tapi dari manakah asal soalnya?

Aku tak bisa memberikan jawaban asal atau sumber kebocoran, yang jelas jawaban soal melalui sms itu 100% benar! Dan makin kuherankan, anak-anak itu menerima sms pada jam-jam sebelum mereka berangkat sekolah.

Ampun pemerintah, pendidikan macam inikah yang kauhasilkan setelah berkali-kali ujian nasional? Dan jika ini nanti terjadi pula di ujian nasional SMP dan yang sederajat, duh, mau komentar gimana lagi.

20 April 2011

Ternyata Enak Cuma Menggeser-nggeser ... !

Ingat waktu UN tahun lalu, dimana soal hanya 2 tipe disediakan dua amplop LJUN, untuk tipe ‘A’ dan tipe ‘B’. Tapi justru untuk 5 tipe soal tahun ini, kok semua jawaban dalam LJUN disatukan jadi satu amplop.

Curiga, apakah jawaban soal-soal kelima tipe itu sama, tim saya bergerak melakukan analisis terhadap 5 tipe soal Matematika IPS Paket 12, Paket 25, Paket 39, Paket 46, dan Paket 54 yang sudah diujikan pada hari Selasa 19 April 2011 lalu.

Hasilnya adalah : ada lima nomor soal, yaitu soal nomor 6, 16, 19, 30 dan 35 persis sama di lima paket, yaitu Paket 12, Paket 25, Paket 39, Paket 46, dan Paket 54.

Dan soal nomor 28 dan 29 persis sama di tiga paket, yaitu Paket 12, Paket 25, dan Paket 39. Soal nomor 26 Paket 46 sama persis nomor 26 Paket 54.

Sedangkan nomor soal yang lain hanya dibedakan dengan cuma menggeser-nggeser nomornya saja, misalnya di Paket 12 soal nomor 1 dan 2, ternyata di Paket 25 menjadi nomor 8 dan9, dan di Paket 39 dijadikan nomor 10 dan 8. Sedangkan soal nomor 1 dan 2 di Paket 46 dijadikan nomor 15 dan 14 di Paket 54.

Tuh, kan. Enaknya pembuat soal cuma menggeser-geser nomor soal, kok kayak soal try out buatan teman-teman saya aja di sekolah swasta sebuah kabupaten. Padahal ini taraf nasional kan, dan berbiaya milyaran rupiah.

Kok cuma gitu sih. Apalagi kalau tahu soal nomor 22 Paket 12 yang soalnya tidak sempurna !

sumber : http://edukasi.kompasiana.com/2011/04/20/ternyata-enak-cuma-menggeser-nggeser/

13 April 2011

Nanti Dengan Paket-paket Soal UN Itu Bisa Dibikin Siswa Menerima 5 Paket Soal Berbeda



Hari Senin 18 April 2011 adalah hari pertama ujian nasional. Barangkali sekarang ini masih ada waktu dan sesuatu yang perlu disiapkan dini oleh pengawas ruang ujian, yaitu ihwal bagaimana cara mendistribusikan secara adil kelima paket-paket soal UN itu.

Akan ada persediaan 5 paket soal yang disediakan dan satu paket cadangan. Misalkan saja paket-paket soal itu berkode A,B,C,D,E, maka aturannya pengawas ruang ujian diperintahkan agar membagikannya ke siswa dengan syarat siswa yang duduk bersebelahan dan di depan atau belakangnya menerima jenis paket soal yang berlainan.

Untuk SMA dan MA, ada 6 mata pelajaran diujian-nasionalkan. Bagaimana mengatur variasinya agar siswa mendapatkan paket soal setiap hari berbeda dan tak sama dengan temannya yang duduk bersebelahan dan di depan atau belakangnya?

Menghindari agar setelah berada di ruang ujian pengawas ruang tidak memikirkannya terlalu lama, maka diperlukan pedoman pendistribusian soal yang seadil-adilnya.Variasi paket soal yang didistribusikan harus diberlakukan sama untuk setiap ruang ujian dan diganti setiap mapel yang berbeda.

Distribusi Paket Soal untuk Mapel pertama :
A C E B D
B D A C E
C E B D A
D A C E B
E B D A C
Distribusi Paket Soal untuk Mapel kedua :
B D A C E
C E B D A
D A C E B
E B D A C
A C E B D
Distribusi Paket Soal untuk Mapel ketiga :
C E B D A
D A C E B
E B D A C
A C E B D
B D A C E
Distribusi Paket Soal untuk Mapel keempat :
D A C E B
E B D A C
A C E B D
B D A C E
C E B D A
Distribusi Paket Soal untuk Mapel kelima :
E B D A C
A C E B D
B D A C E
C E B D A
D A C E B
Distribusi Paket Soal untuk Mapel keenam :
A C E B D
B D A C E
C E B D A
D A C E B
E B D A C

Aksi Demo Tenaga Honorer 2 Mei 2011 Mengepung Istana



NASIONAL – HUMANIORA
Rabu, 13 April 2011 , 17:00:00
Tenaga Honorer Ancam Aksi Kepung Istana

JAKARTA – Forum Honorer Indonesia (FHI) berencana akan menggelar Aksi Mei Bergerak bertepatan dengan hari Pendidikan Nasional 2 Mei mendatang. Dalam aksinya nanti, sebagaimana yang diungkap oleh aktivis FHI, Aini, mereka akan bergerak dari 33 provinsi melalui wadah aliansi 33 organisasi honorer yang tersebar di seluruh Indonesia.
Istana Presiden merupakan sasaran utama aksi dengan mengambil tiga ritme, tiga hari, 7 hari dan 30 hari, tergantung tingkat ketercapaian tujuan perjuangan. Guna mendukung logistik, mereka juga akan membuka Dapur Umum Pendidikan sekaligus berfungsi sebagai Posko Utama dan mimbar bebas bagi para tokoh pendidikan berorasi.

“Ada tiga hal penting yang akan kami usung dalam aksi 2 Mei mendatang. Pertama, pemerintah harus segera memberikan jaminan 100 persen tenaga honorer diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS),” tegas Aini, guru honorer SDN Talang Tegal, Jawa Tengah, di press room DPR, Rabu (14/4).

Kedua, lanjutnya, FHI mendesak pemerintah harus segera memberlakukan Upah Minimum Pendidikan (UMP) bagi para tenaga honorer di bidang pendidikan. Sementara tuntutan ketiga, pemerintah harus segera memperbaiki sistem rekrutmen honorer dan menjadikannya sebagai sistem utama dalam penerimaan PNS.

Aksi Mei Bergerak, kata Aini, akan menggunakan sandi utama “Merah-Putih di langit yang Biru”. “Merah simbol kemarahan tenaga honorer di seluruh Indonesia terhadap kebijakan pemerintah yang lamban, diskriminatif dan jauh dari rasa keadilan,” tegas Aini.

Sementara putih menjadi simbol religiusitas para tenaga honorer. “Jika demo pada siang hari tidak direspon pemerintah maka malam harinya dilanjutkan dengan Istiqhosah Kubro dipimpim oleh tokoh agama,” ungkap Aini.

Biru, lanjutnya, simbol negosiasi terhadap pemerintah. FHI akan mengirim delegasi kepada sejumlah pihak baik pemerintah untuk bernegosiasi secara langsung.

“Kalau aksi kami tidak direspon, tidak tertutup kemungkinan FHI akan mengadukan pemerintah kepada lembaga-lembaga internasional yang komit dengan nasib honorer di Indonesia,” tukasnya. (fas/jpnn)

09 April 2011

Ngangkang Penempuh UN Bikin Hengkang Pengawas UN

Ini judul adalah comotan dari sebuah realitas yang baru-baru ini dijumpai temanku. Waktu itu dia didapuk sebagai pengawas ujian sekolah di sekolah lain dalam rangka penerapan pengawasan silang, di sebuah kota di Jateng dan sayangnya terjadi di sebuah sekolah terkenal, yang nama atau inisialnya saya simpan demi melindungi sumberku.

Temanku itu seorang laki-laki sejati dan boleh dikata termasuk guru alim, sehingga tak terbayang betapa merah wajahnya saking kagetnya sewaktu melaksanakan tugas sebagai pengawas ruang ujian sekolah, dia bisa melihat baik disengaja ataupun tidak, paha dan bahkan celana dalam yang dipakai penempuh ujian perempuan.

Alih-alih memelototkan mata, nggak kayak oknum anggota DPR ngelihat fitur porno di tengah-tengah sidang itu, temanku malah keluar ruangan menenangkan diri. Temanku pikir akan menemukan hal tak senonoh tersebut cuma di ruang itu, ternyata salah, di ruangan lain juga terjadi hal yang sama.

Nah, semakin jelas saja sekarang. Demi tujuan, segala cara jadi halal. Perilaku mereka itu bukan sebuah kecurangan, bukan? Barangkali cuma strategi sekolah, meskipun sangat tak pantas dan sungguh tak bermoral. Tapi salah sendiri kenapa pengawas ujian ninggalin ruangan sehingga penempuh ujian jadi bebas saling menyontek dsb, sehingga nilai mereka memang hasilnya bagus-bagus sekali.

Oleh karena itu, hal ini bisa jadi edukasi yang berharga bila Anda bertugas sebagai pengawas UN beberapa hari lagi mendatang. Atau, ini malah mengilhami Anda untuk menerapkannya sebagai strategi melemahkan ketatnya pengwasan UN di sekolah Anda.

sumber: Panyaruwe di http://edukasi.kompasiana.com/2011/04/09/ngangkang-penempuh-un-bikin-hengkang-pengawas-un/

20 Maret 2011

Masalah Pengangkatan Tenaga Honorer Tuntas Tinggal Tunggu RPP-nya

JAKARTA - Pemerintah menegaskan, masalah tenaga honorer sudah dituntaskan. Tidak ada lagi yang perlu diperdebatkan. "Masalah tenaga honorer sudah tuntas kok. Kan pemerintah dan DPR RI sudah selesai membahasnya," kata Sekretaris Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokasi (Sesmenpan & RB), Tasdik Kinanto, yang dimintai tanggapannya tentang tenaga honorer, Minggu (20/3).

Dia menyebut, untuk penyelesaian tenaga honorer kategori I (yang dibiayai APBN/APBD) dan kategori II tinggal menunggu ditetapkan RPP tentang Tenaga Honorer. Setelah RPP yang saat ini masih diharmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM disahkan oleh presiden, selesai sudah masalah honorer.

"Saya rasa tidak ada lagi masalah honorer yang dibahas. Semuanya sudah tuntas-tas," cetusnya.

Seperti yang diberitakan sebelumnya, Meneg PAN&RB EE Mangindaan menyatakan, pengangkatan honorer menjadi CPNS akan dituntaskan pada 2012. Untuk 2011, yang diselesaikan adalah honorer kategori satu. Honorer yang lolos verifikasi dan validasi ini langsung masuk ke tahap pemberkasan NIP. Sedangkan 2012, yang diangkat adalah honorer kategori dua. Untuk kategori ini akan dites pada 2011 dan masuk pemberkasan di 2012.

Setelah pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS ini, tidak ada lagi yang diangkat. Yang ada hanya pengangkatan pegawai tidak tetap (PTT) dan outsourcing. (esy/jpnn)

16 Maret 2011

Pengangkatan Tenaga Honorer Kategori I dan Tenaga Honorer Kategori II Menurut Dalpeg BKN Bambang Chrisnadi Selesai 2011

[~ Sumber : http://www.bkn.go.id/images/stories/buletin1511/6.pdf ]

Hingga batas akhir 31 Agustus 2010, tercatat di listing BKN 152.310 orang. Dari jumlah tersebut sampai 8 Februari 2011, hasil verifikasi dan validasi mendapat rekomendasi : Memenuhi Kriteria (MK) = 51.075 orang (33,53%), Tidak Memenuhi Kriteria (TMK) = 73.788 orang (48,45 %) dalam proses penyelesaian = 27.447 orang (18,02%) yang diharapkan pada akhir April 2011 semua sisa tenaga honorer kategori I sudah selesai dilakukan validasi dan verifikasi.

Perlu dipahami, bahwa tenaga honorer kategori I yang dinyatakan MK tidak secara otomatis diangkat menjadi CPNS. Karena masih harus memenuhi ketentuan lain yang diatur dalam PP 98/2000 jo PP 11/2002. Tenaga honorer kategori I yang dinyatakan MK dan tenaga honorer kategori II yang memenuhi ketentuan PP 98/2000 dan PP 11/2002, akan diangkat sekaligus dalam satu tahun anggaran yang direncanakan selesai pada 2011.

Dalam penjelasan Pasal 6 ayat (2) alinea 3 PP 43/2002 antara lain ditentukan bahwa apabila sebelum tahun 2009 secara nasional tenaga honorer yang dibiayai APBN/APBD telah selesai seluruhnya diangkat menjadi CPNS, maka "tenaga honorer yang tidak dibiayai oleh APBN/APBD, baru dapat diangkat menjadi CPNS sesuai dengan kebijakan nasional berdasarkan formasi, analisis kebutuhan riil, dan kemampuan keuangan negara".

Terjemahan teknis dari Pasal 6 ayat (2) alinea 3 PP 43/2002 ini adalah bahwa pengangkatan tenaga honorer kategori II dilakukan melalui mekanisme ujian yang dilakukan oleh sesama tenaga honorer kategori II

11 Maret 2011

Rencana Penerimaan CPNS tahun 2011 dan Perhitungan Alokasi atau Formasi CPNS Daerah

Anggaran Negara adalah Faktor Terpenting dalam Penyusunan Formasi CPNS
Jumat, 11 Maret 2011 15:13

Jkt-Humas, Badan Kepegawaian Negara (BKN) menganalisa dan memberikan pertimbangan usulan formasi yang diajukan daerah, namun demikian kewenangan untuk memutuskan kebijakan atas usulan daerah tersebut berada di tangan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan&RB) untuk disesuaikan dengan anggaran negara. Hal ini disampaikan oleh Kepala Bagian Humas BKN Tumpak Hutabarat saat menerima tamu dari DPRD dan BKD Kepulauan Riau, Jum’at.(11/03).

Kunjungan yang bertujuan untuk berkonsultasi terkait Rencana Penerimaan CPNS tahun 2011 dan Perhitungan Alokasi atau Formasi CPNS Daerah ini juga diterima oleh dua orang Kepala Sub Direktorat pada Direktorat Perencanaan dan Formasi Kepegawaian BKN Sukamto dan Subadi di Ruang Rapat Gedung II Lt. 2 Kantor Pusat BKN.

Diakhir perbincangan Tumpak Hutabarat menyarankan agar DPRD dan BKD Kep. Riau senantiasa bekerja sama dalam menyusun usulan formasi CPNS daerah Kep. Riau.Sementara itu, dalam penjelasannya Subadi menyampaikan bahwa analisa jumlah formasi pengadaan CPNS salah satunya didasarkan pada profil daerah, peta jabatan dan prioritas layanan dasar yang diberikan di daerah masing-masing.

10 Maret 2011

Komite III DPD-RI Minta Dipercepat Proses Penyelesaian Seluruh Tenaga Honorer CPNS yang Tidak Masuk Database

Selasa, 08 Maret 2011 15:59
Jakarta-Humas,

Komite III Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD-RI) mengundang Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemeneg PAN & RB) untuk membahas permasalahan pengangkatan CPNS baik dari jalur umum maupun honorer, Selasa (8/03). Rapat Kerja ini dihadiri Menteri Negara PAN & RB EE Mangindaan, Wakil Kepala BKN Eko Sutrisno, Kepala Lembaga Administrasi Negara Asmawi Rewansyah serta segenap jajaran pimpinan dari ketiga instansi tersebut.
Berbagai permasalahan terkait pengangkatan CPNS dibahas dalam rapat itu. Pada kesempatan itu, EE Mangindaan menyampaikan berbagai kebijakan terkait penerimaan CPNS serta strategi yang terkait hal itu, sedangkan Eko Sutrisno menjelaskan langkah-langkah yang telah diambil terkait permasalahan pendataan tenaga honorer yang tercecer.

Dalam pertemuan itu, Komite III DPD RI mengharapkan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen PAN dan RB) agar melanjutkan dan meningkatkan upaya penataataan birokrasi. Upaya penataan tersebut meliputi

Pertama, optimalisasi strategi dan kebijakan Kemen PAN dan RB yang meliputi tiga aspek yakni penyelesaian peraturan perundang-undangan/kebijakan sebagai landasan hukum yang memperkuat arah reformasi birokrasi, peningkatan kualitas pelayanan publik kepada masyarakat, pemantapan pelaksanaan reformasi birokrasi yang menyeluruh.

Kedua, mendorong terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) tentang formasi PNS yang memuat ketentuan mengenai formasi bagi masing-masing daerah provinsi/kabupaten/kota dan PP tentang pengadaan PNS berdasarkan kompetensi, sesuai kebutuhan organisasi, secara obyektif, transaparan, akuntabel, tidak diskriminatif (mengakomodir para penyandang cacat sepanjang memenuhi kompetensi yang dibutuhkan dan bebas KKN dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi.

Ketiga, mempercepat proses penyelesaian seluruh tenaga honorer CPNS yang tidak masuk database (termasuk CPNS teranulir, demikian pula bagi CPNS Kategori Idan Kategori II sebagaimana keterangan Kemen PAN dan RB) yang telah diverifikasi dan divalidasi oleh Tim Koordinasi Perumusan Kebijakan Penyelesaian Tenaga Honorer (Keputusan Menteri PAN dan RB Nomor KEP/161/S. PAN-RB/4/2010 tanggal 30 April 2010 dan mengumumkan kepada publik secara transparan serta menerbitkan PP terkait dengan penyelesaian tenaga honorer dan PP tentang Pegawai Tidak Tetap (PTT).

Keempat, melakukan kajian secara komprehensif berkenaan dengan perpanjangan batas usia pensiun bagi tenaga kependidikaan, dari 56 tahun ke 58 tahun, kebutuhan pengaturan manajemen secara khusus dan pemetaan formasi agar tercipta pemerataan tenaga kependidikan di masing-masing daerah.

Sementara itu, Komite III DPD RI akan turut mensosialisasikan kebijakan reformasi birokrasi kepada Pemerintah Daerah guna mewujudkan good governance dan clean government serta mendorong Pemerintah Daerah untuk mengalokasikan anggaran dalam rangkan membentuk aparatur negara yang profesional dan berkualitas.

04 Maret 2011

Guru Honor dan PTT Nasibnya Belum Jelas, Meskipun Akan Ada Pensiun Massal 2012

JAKARTA, KOMPAS.com – Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistiyo mengungkapkan, sampai saat ini belum ada tanda-tanda yang jelas tentang perubahan status para guru honor dan guru berstatus pegawai tidak tetap (PTT) untuk menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Hal tersebut sangat dikhawatirkan karena kebutuhan guru semakin mendesak.

Mendesaknya kebutuhan itu karena tahun 2011 adalah batas terakhir pengangkatan guru honor dan PTT menjadi PNS untuk mengantisipasi pensiun besar-besaran pada 2012 nanti. Sulistiyo mengatakan, apabila tahun ini para tenaga guru bantu tersebut tidak juga diangkat PNS, Indonesia akan mengalami krisis pendidik.

“Terus terang saya sedih melihat kondisi ini. Sampai sekarang masih belum jelas perubahan status mereka, sementara di sisi lain kebutuhan itu terus mendesak dilakukan. Terakhir kami (PGRI) rapat dengan Menakertrans yang hadir Dirjennya, itu pun juga tidak memberikan informasi yang layak,” ujar Sulistiyo kepada Kompas.com di Jakarta, Rabu (2/3/2011).

Diberitakan sebelumnya, PGRI mendesak pemerintah segera mengangkat guru bantu atau honorer untuk menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Pasalnya, tahun ini merupakan batas terakhir untuk mengangkat guru menjadi PNS.

“Kami akan mendesak Depnakertrans dan Pemprov DKI untuk mengangkat guru bantu menjadi PNS karena tahun ini tenggat waktu terakhir guru bantu jadi PNS,” ungkap Ketua Pengurus Besar PGRI Sulistiyo, Rabu (2/3/2011), di Jakarta.

Dinas Pendidikan DKI Jakarta misalnya, mengkhawatirkan kekurangan tenaga pengajar atau guru untuk tingkat sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), dan sekolah menengah atas (SMA). Pada 2012 diperkirakan ada ribuan guru yang memasuki masa pensiun.

Tahun 2011Tahun Ini Tenggat Waktu Terakhir Guru Bantu Menjadi PNS

Penulis: Sabrina Asril | Editor: Latief
Rabu, 2 Maret 2011 | 11:32 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com – Tahun ini merupakan batas terakhir untuk mengangkat guru bantu atau honorer menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) mendesak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk segera mengangkat guru bantu atau honorer untuk secepatnya berstatus PNS.

“Kami akan mendesak Depnakertrans dan Pemprov DKI untuk mengangkat guru bantu menjadi PNS karena tahun ini tenggat waktu terakhir guru bantu jadi PNS,” ungkap Ketua Pengurus Besar PGRI, Sulistyo, Rabu (2/3/2011).

Ia melanjutkan apabila tahun ini para tenaga guru bantu tersebut tidak diangkat menjadi PNS, maka Indonesia akan mengalami krisis pendidik.

“Karena dari tahun 2010 hingga lima tahun ke depan akan banyak guru senior yang memasuki masa pensiun sehingga mengakibatkan jumlah guru tidak seimbang dengan jumlah anak murid,” ucap Sulistyo.

Oleh karena itu, regenerasi guru serta rekrutmen dan pengangkatan PNS baru harus segera dilakukan. Karena apabila tidak dengan segera diisi oleh tenaga baru, dikhawatirkan kekosongan tenaga pendidik akan menurunkan kualitas pendidikan.

Kepala Bidang Humas Disdik DKI Jakarta Bowo Irianto mengungkapkan, DKI Jakarta saat ini memiliki lebih dari 7.000 guru honor.

“Guru honor inilah yang akan mengganti posisi guru yang telah pensiun. Namun, untuk menjadi PNS, akan diklasifikasikan. Artinya, bidang studi apa saja yang akan dibutuhkan saat ini sehingga akan disesuaikan,” pungkas Irianto.

Seperti diberitakan, pada 2012 nanti di DKI Jakarta akan terjadi pensiun besar-besaran para guru yang sudah menjadi PNS karena sudah memasuki usia 60 tahun. Pensiunan massal itu terjadi lantaran sebelumnya di tahun 1973, terjadi perekrutan besar-besaran sehingga memiliki masa pensiun yang bersamaan.

02 Maret 2011

Walah ... Tunjangan Guru Swasta Tak Kunjung Cair

Tunjangan Guru Swasta Tak Kunjung Cair
Editor: Benny N Joewono
Rabu, 2 Maret 2011 | 19:37 WIB
Dibaca: 260
Komentar: 0

PEKANBARU, KOMPAS.com — Tunjangan untuk 1.600 guru swasta semester II-2010 yang berada di Pekanbaru hingga saat ini tidak kunjung cair.

Sekretaris Persatuan Guru Swasta Pekanbaru, Sebastian, di Pekanbaru, Rabu (2/3/2011), mengatakan, hingga saat ini tunjangan tersebut belum juga cair walaupun pihaknya sudah berupaya menanyakan langsung ke Dinas Pendidikan.

"Tapi jawabannya selalu sama, belum cair karena masalah administrasi kesalahan nomor rekening," ujar Sebastian.

Sebagian guru swasta juga sudah ada yang menerima tunjangan fungsional. Hal ini dikarenakan dari Rp 14 miliar tunjangan fungsional baru cair Rp 5 miliar.

"Hampir setiap hari guru-guru swasta datang ke kantor ini. Pertanyaannya selalu sama, yakni kapan cair tunjangan fungsional. Padahal, kita sendiri tidak tahu kapan cairnya," jelas dia.

Menurutnya, sebagai guru swasta, tunjangan sebesar Rp 200.000 per bulan tersebut sangat diharapkan. Terlebih lagi untuk guru swasta yang mengajar di taman kanak-kanak dan sekolah dasar.

"Kalau guru yang mengajar di SMP dan SMA mungkin tidak masalah karena dibayar per jam, tapi beda dengan guru TK dan SD yang penghasilannya tidak seberapa," terangnya.

Ke depan, ia mengharapkan pihak Dinas Pendidikan tidak membayar tunjangan tersebut per enam bulan, tetapi dibayar per tiga bulan karena lebih cepat cair.

"Guru swasta sangat mengharapkan tunjangan tersebut. Jadi kita harapkan dana tersebut segera cair," katanya.

Salah seorang guru swasta yang mengajar di SD Muhammadyah 2 Pekanbaru, Rusdi, mengaku, dirinya mengalami kesulitan keuangan karena belum cairnya tunjangan fungsional tersebut.

"Dana tersebut sangat diharapkan betul untuk membayar kredit kendaraan. Begitu tunjangan tersebut belum cair, perekonomian jadi terganggu," keluh dia.

Ketua PGRI Riau Prof Dr Isjoni MSi mengatakan, pihaknya meminta kepada pemerintah untuk segera mencairkan tunjangan fungsional tersebut.

"Kalau memang kesulitan karena rekening yang salah, ya diperbaiki. Jangan sampai berlarut-larut seperti saat ini," katanya.

Kepala Dinas Pendidikan Pekanbaru Yuzamri Yakub mengatakan, pihaknya tidak bisa berbuat banyak atas persoalan tersebut karena yang salah adalah rekening dari guru tersebut.

"Jadi harus bersabar menunggu hingga permasalahan rekening ini selesai," kata dia.