16 Mei 2009

GURU SWASTA MERINDUKAN INSENTIF DARI PEMERINTAH KOTA/KABUPATEN

Merindukan Insentif Guru Swasta Dari Pemerintah Kota/Kabupaten

Oleh: Eddy Soejanto*)

Isu kesenjangan penghasilan guru swasta dengan rekannya seprofesi yang pegawai negeri sipil telah berkali-kali diangkat, tetapi berkali-kali pula mengalami balasan perlakuan mengecewakan dari pihak eksekutif. Sampai dengan detik ini. Batu sandungannya berupa pemahaman para petinggi birokrat kantoran, bahwa kesejahteraan setiap guru swasta adalah tanggungjawab sepenuhnya pihak yayasan yang mengangkatnya sebagai guru. Maka pemerintah kota atau kabupaten merasa paling benar bila menyejahterakan guru swasta sama sekali bukan kewajiban mereka.

Argumen tersebut tidak dapat dibantah, seandainya para guru swasta bukanlah gurunya anak-anak rakyat sama dengan peranan guru PNS. Padahal pembaharuan sistem pendidikan juga meliputi penghapusan diskriminasi antara pendidikan yang dikelola pemerintah dan pendidikan yang dikelola masyarakat, serta pembedaan antara pendidikan agama dan pendidikan umum. Demikian yang tertera di dalam Penjelasan atas UU Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Sesungguhnya sebagai imbalan atas terpenuhinya persyaratan kualifikasi akademik, sertifikat pendidik, dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, maka guru swasta pun akan mendapatkan hak-haknya sebanyak sebelas butir. Hak guru swasta yang mula-mula dituliskan dalam UU Sisdiknas Nomor 20/2003 Pasal 14 ayat (1) butir a, berbunyi : guru berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial. Yaitu, pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup guru swasta dan keluarganya secara wajar, baik sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, rekreasi, dan jaminan hari tua.

Penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum sebagaimana dimaksud di atas meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi, subsidi tunjangan fungsional, tunjangan khusus dan maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru swasta yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar profesi (UU Sisdiknas Nomor 20/2003 Pasal 15)
Yayasan dengan segala keterbatasannya, jelas tidak akan segera dapat memenuhi tuntutan aturan perundang-undangan tersebut. Untuk menjembatani kondisi ini menuju ke arah yang dikehendaki undang-undang, beberapa program digulirkan oleh pemerintah sejak tahun 2001. Program yang paling membantu peningkatan kesejahteraan guru swasta ini adalah program subsidi guru. Pada hakekatnya program subsidi guru merupakan upaya sementara dari pemerintah untuk mengatasi kurangnya kesejahteraan guru swasta, terutama dari penghasilannya, sampai suatu saat guru swasta mendapatkan pendapatan yang layak sebagaimana profesi lainnya.

Sungguh disayangkan, subsidi sebesar 115 ribu rupiah per bulan bagi setiap guru swasta tanpa pandang bulu itu, ternyata dihentikan di awal tahun 2007 seiring dengan perubahan kebijakan pemerintah. Dan digantikan dengan pemberian tunjangan fungsional yang lebih ketat dengan syarat dan ketentuan berlaku. Padahal dampak positif dari subsidi guru bagi guru swasta masih belum nampak. Program subsidi guru ini tidak sempat merubah kesenjangan penghasilan antara guru swasta dengan guru pegawai negeri sipil, apalagi dengan profesi lainnya.

Untuk itu, seyogianya pemerintah kota atau kabupaten berkenan mengadopsi program subsidi guru tersebut, dengan dasar pemikiran dan landasan hukum sebagaimana program subsidi guru yang telah dijalankan oleh pemerintah.

*)Eddy Soejanto adalah pemerhati pendidikan di Ponorogo