08 Agustus 2010

SELEKSI PENERIMAAN CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL KEMENTERIAN LUAR NEGERI TINGKAT SARJANA (GOLONGAN III) DAN DIPLOMA 3 (GOLONGAN II) TAHUN ANGGARAN 2010

PENGUMUMAN
NOMOR : PENG/KP/01/08/2010/02
SELEKSI PENERIMAAN CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL
KEMENTERIAN LUAR NEGERI
TINGKAT SARJANA (GOLONGAN III) DAN DIPLOMA 3 (GOLONGAN II)
TAHUN ANGGARAN 2010
ISO 9001:2008

Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Republik Indonesia membuka kesempatan kepada Warga Negara Indonesia pria dan wanita yang memiliki integritas dan komitmen tinggi untuk menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Golongan III dan II untuk dididik menjadi Pejabat Dinas Luar Negeri (PDLN) dan untuk mengisi posisi Dokter.

Pejabat Dinas Luar Negeri
1 Pejabat Diplomatik dan Konsuler (Diplomat/PDK)
Lulusan Sarjana (S-1) atau Magister/Master (S-2) menjadi CPNS Golongan III untuk dididik menjadi Pejabat Diplomatik dan Konsuler (Diplomat/PDK);

2 Bendaharawan dan Penata Kerumahtanggaan Perwakilan (BPKRT)
Lulusan Sarjana (S-1) menjadi CPNS Golongan III untuk dididik menjadi Bendaharawan dan Penata Kerumahtanggaan Perwakilan (BPKRT); dan

3 Petugas Komunikasi (PK)
Lulusan Diploma 3 (D-3) menjadi CPNS Golongan II untuk dididik menjadi Petugas Komunikasi (PK).

Dokter/Dokter Gigi
1 Dokter Umum
Lulusan Pendidikan Profesi Dokter menjadi CPNS Golongan III untuk mengisi posisi Dokter Umum.

2 Dokter Gigi
Lulusan Pendidikan Profesi Dokter menjadi CPNS Golongan III untuk mengisi posisi Dokter Gigi.

I. KETENTUAN UMUM

a. Proses Seleksi Penerimaan CPNS Kemlu Tahun Anggaran 2010 ini terbuka untuk semua Warga Negara Indonesia.

b. Bersedia mengikuti seluruh proses tahapan seleksi di Jakarta atas biaya sendiri.

c. Pelamar tidak diperkenankan menghubungi/berhubungan dengan pejabat/pegawai Kemlu dalam kaitannya dengan proses seleksi.

d. Seluruh tahapan proses seleksi ini tidak dipungut biaya apapun.

II. PERSYARATAN UMUM

a. Warga Negara Indonesia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, setia, dan taat kepada Pancasila, UUD 1945, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
b. Berkelakuan baik dan tidak pernah dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap.
c. Tidak pernah diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau tidak dengan hormat sebagai PNS/Anggota TNI/Polri atau diberhentikan tidak dengan hormat sebagai pegawai swasta.
d. Tidak berkedudukan sebagai CPNS atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan tidak sedang terikat perjanjian/kontrak kerja dengan instansi lain.
e. Tidak bersuami/beristrikan seorang yang berkewarganegaraan asing atau tanpa kewarganegaraan.
f. Sehat jasmani dan rohani.
g. Bersedia menjalani ikatan dinas selama 5 (lima) tahun dan ditempatkan di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia atau negara lain yang ditentukan oleh Pemerintah.

III. PERSYARATAN KHUSUS

A. PEJABAT DIPLOMATIK DAN KONSULER (DIPLOMAT/PDK)

a. Berijazah Sarjana (S-1) dan Magister/Master (S-2):

1. Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Jurusan Ilmu Politik, Hubungan Internasional, Studi Kawasan, Ilmu Komunikasi/Hubungan Masyarakat, Ilmu Pemerintahan dan Administrasi Negara).
2. Ilmu Hukum (Hukum Perdata, Hukum Pidana, Hukum Bisnis, Hukum Internasional, Hukum Administrasi Negara).
3. Ilmu Ekonomi (Jurusan Manajemen Pemasaran dan Studi Pembangunan).
4. Sastra/Ilmu Pengetahuan Budaya (Arab, China, Inggris, Jepang, Perancis, Rusia, Jerman dan Spanyol).

b. Lulusan Perguruan Tinggi Negeri, Perguruan Tinggi Swasta atau Perguruan Tinggi Luar Negeri yang program studinya terakreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi pada saat tanggal kelulusan, dengan persyaratan IPK:

* Sarjana (S-1) minimal 2,75 (dua koma tujuh lima); dan
* Magister/Master (S-2) minimal 3,00 (tiga koma nol nol).

c. Menguasai bahasa Inggris dengan baik (lisan dan tulisan) dan/atau bahasa Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)/asing lainnya (Arab, China, Jepang, Perancis, Rusia, Jerman dan Spanyol).
d. Berusia maksimum:

* 28 tahun pada tanggal 1 Desember 2010 (lahir setelah 30 November 1982) untuk tingkat Sarjana (S-1).
* 32 tahun pada tanggal 1 Desember 2010 (lahir setelah 30 November 1978) untuk tingkat Magister/Master (S-2).

B. BENDAHARAWAN DAN PENATA KERUMAHTANGGAAN PERWAKILAN (BPKRT)

a. Berijazah Sarjana (S-1) Jurusan Akuntansi.
b. Lulusan Perguruan Tinggi Negeri, Perguruan Tinggi Swasta, atau Perguruan Tinggi Luar Negeri yang program studinya terakreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi pada saat tanggal kelulusan, dengan persyaratan IPK: minimal 2,75 (dua koma tujuh lima).
c. Menguasai bahasa Inggris dengan baik (lisan dan tulisan) dan/atau bahasa PBB/asing lainnya (Arab, China, Jepang, Perancis, Rusia, Jerman dan Spanyol).
d. Berusia maksimum 28 tahun pada tanggal 1 Desember 2010 (lahir setelah 30 November 1982).

C. PETUGAS KOMUNIKASI (PK)

a. Berijazah Diploma 3 (D-3):
1. Jurusan Teknik Telekomunikasi;
2. Jurusan Teknik Informatika;
3. Jurusan Teknik Komputer;
4. Jurusan Teknologi Informasi; dan
5. Jurusan Matematika.
b. Lulusan Perguruan Tinggi Negeri, Perguruan Tinggi Swasta, atau Perguruan Tinggi Luar Negeri yang program studinya terakreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi pada saat tanggal kelulusan, dengan persyaratan IPK: minimal 2,75 (dua koma tujuh lima).
c. Menguasai bahasa Inggris dengan baik (lisan dan tulisan) dan/atau bahasa PBB/asing lainnya (Arab, China, Jepang, Perancis, Rusia, Jerman dan Spanyol).
d. Berusia maksimum 28 tahun pada tanggal 1 Desember 2010 (lahir setelah 30 November 1982).

D. DOKTER UMUM DAN DOKTER GIGI

a. Lulusan Perguruan Tinggi Negeri, Perguruan Tinggi Swasta, atau Perguruan Tinggi Luar Negeri yang program studinya terakreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi pada saat tanggal kelulusan, dengan persyaratan IPK Profesi Dokter minimal 3,00 (tiga koma nol nol).
b. Memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) sebagai Dokter/Dokter Gigi yang dikeluarkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia.
c. Tidak sedang mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis (PDDS) atau Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis (PPDGS).
d. Berusia maksimum 32 tahun pada tanggal 1 Desember 2010 (lahir setelah 30 November 1978).

IV. PENDAFTARAN

a. Melakukan registrasi online melalui situs http://e-cpns.deplu.go.id mulai tanggal 7 Agustus 2010 pukul 09.00 WIB dan mencetak formulir registrasi beserta pernyataan menyetujui ketentuan dan syarat yang ditetapkan.
b. Disamping melakukan registrasi online, peserta harus mengirimkan berkas lamaran kepada Panitia Seleksi Penerimaan CPNS Kemlu Tahun Anggaran 2010 melalui Pos Tercatat mulai tanggal 7 Agustus 2010 (CAP POS) dan berakhir pada tanggal 24 Agustus 2010 (CAP POS), serta sudah harus diterima Panitia selambat-lambatnya tanggal 27 Agustus 2010, ditujukan kepada:
Ketua Panitia Seleksi Penerimaan CPNS Kemlu TA 2010
PO BOX 2902
JKP 10029
(UNTUK PDK) PO BOX 2903
JKP 10029
(UNTUK BPKRT) PO BOX 2904
JKP 10029
(UNTUK PK) PO BOX 2900
JKP 10029
(UNTUK Dokter)

c. Setiap Pelamar hanya diperkenankan mengirimkan satu berkas lamaran dan mendaftar hanya untuk satu kategori seleksi PDK, BPKRT, PK atau Dokter.
d. Registrasi online baru akan diproses setelah Panitia menerima berkas lamaran yang disampaikan melalui Pos Tercatat.
e. Panitia hanya menerima berkas lamaran yang disampaikan melalui PO BOX tersebut di atas dan tidak menerima format penyampaian lamaran lainnya.
f. Formulir Registrasi harus dilengkapi dengan melampirkan:
i. Surat Pernyataan Menyetujui Ketentuan dan Syarat yang telah dicetak dibubuhi meterai Rp. 6.000;
ii. Fotokopi KTP yang masih berlaku/Fotokopi Paspor bagi Pelamar dari luar negeri;
iii. Daftar Riwayat Hidup terakhir, sesuai dengan format yang telah disediakan ;

iv. Satu lembar fotokopi ijazah (D-3, S-1 atau S-2) berikut transkrip nilai yang sudah dilegalisir (cap basah dan tanda tangan asli) oleh Dekan/Direktur Program atau Ditjen Dikti Depdiknas bagi lulusan Perguruan Tinggi Luar Negeri (Surat Keterangan Kelulusan/Ijazah Sementara dapat diterima, dengan syarat Pelamar dapat menyertakan Surat Pernyataan dari Pimpinan Universitas yang menyatakan bahwa pihak Universitas sudah dapat mengeluarkan Ijazah Asli sebelum tanggal 15 Oktober 2010. Bagi Pelamar yang tidak dapat menunjukkan Ijazah Asli, maka yang bersangkutan dinyatakan gugur dan tidak dapat mengikuti Ujian Tahap Akhir);

Catatan: bagi lulusan luar negeri yang memiliki transkrip nilai tidak berskala 4.0 harap melampirkan konversi transkrip nilai dengan skala 4.0.

Bagi Pelamar untuk mengisi formasi Dokter/Dokter Gigi agar melampirkan:

* Fotokopi Ijazah Sarjana Kedokteran berikut transkrip nilai yang telah dilegalisir (cap basah dan tanda tangan asli) oleh Dekan/Direktur Program atau Ditjen Dikti Depdiknas bagi lulusan Perguruan Tinggi Luar Negeri;
* Fotokopi Ijazah Profesi Dokter berikut transkrip nilai yang telah dilegalisir (cap basah dan tanda tangan asli) oleh Dekan/Direktur Program;
* Fotokopi Surat Tanda Registrasi (STR) yang diterbitkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia;
* Fotokopi Sertifikat Keteladanan dari Pemerintah (bila ada);
* Surat Pernyataan tidak sedang mengikuti PPDS/PPDGS yang telah dicetak dan dibubuhi materai Rp 6.000,- .

v. Fotokopi Akte Kelahiran;
vi. Asli Surat Keterangan berbadan sehat yang dikeluarkan oleh dokter Puskesmas/RSUD/RSUP/RS TNI/Polri terbaru (3 bulan terakhir);
vii. Fotokopi tanda pencari kerja (kartu kuning Kemnakertrans) yang masih berlaku;
viii. Asli Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) yang masih berlaku;
ix. Pas foto terakhir ukuran 4×6 cm (berwarna) sesuai dengan kriteria foto sebanyak 3 lembar: 1 lembar foto ditempel di formulir lamaran dan 2 lembar lainnya ditulisi nama Pelamar di bagian belakang foto (lihat kriteria foto di sini).

Catatan: Bagi pelamar yang bertempat tinggal di luar negeri persyaratan pada butir v sampai dengan vii harus dapat dipenuhi pada saat daftar ulang apabila dinyatakan lulus pada ujian seleksi tahap terakhir.

g. Lamaran beserta lampiran tersebut pada butir (f) disusun rapi sesuai urutan di atas dalam map kertas jepit berlubang dengan warna:
i. Biru untuk Pelamar PDK berijazah S–1;
ii. Kuning untuk Pelamar PDK berijazah S–2;
iii. Hijau untuk Pelamar BPKRT;
iv. Merah untuk Pelamar PK; dan
v. Putih untuk Pelamar Dokter .
h. Map lamaran beserta lampiran dimasukkan kedalam amplop warna coklat dan ditulis pada pojok kiri atas kode lamaran PDK atau BPKRT atau PK atau Dokter .
i. Berkas lamaran yang tidak memenuhi persyaratan tersebut di atas tidak akan diproses.
j. Berkas lamaran yang diterima Panitia menjadi milik Panitia dan tidak dapat diminta kembali oleh Pelamar.
k. Pelamar diminta untuk tidak melampirkan dokumen-dokumen lain selain yang tersebut pada butir f.

V. TAHAPAN DAN JADWAL SELEKSI

A. Seleksi penerimaan PDK, BPKRT, dan PK dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:
1. Seleksi Administrasi;
2. Ujian Tulis Substansi dalam Bahasa Indonesia dan Inggris (meliputi masalah nasional, internasional dan pengetahuan umum) dijadwalkan akan dilaksanakan pada tanggal 4 September 2010 (PDK, BPKRT, dan PK). Tempat pelaksanaan ujian akan ditentukan kemudian;
3. Ujian Kemampuan/Penguasaan Bahasa Inggris atau Bahasa Asing Lainnya (Arab, China, Inggris, Jepang, Perancis, Rusia, Jerman dan Spanyol) berdasarkan pilihan peserta, dijadwalkan akan dilaksanakan pada tanggal 7 – 9 Oktober 2010. Tempat pelaksanaan ujian akan ditentukan kemudian;
4. Tes Pemeriksaan Psikologi dan Wawancara Substansi serta Tes Penguasaan Teknologi Informasi/Komputer dijadwalkan akan dilaksanakan pada tanggal 18 – 22 Oktober 2010. Tempat pelaksanaan ujian akan ditentukan kemudian;
5. Peserta yang lulus pada setiap tahapan ujian akan diumumkan melalui situs http://e-cpns.deplu.go.id;
6. Seleksi dilakukan dengan sistem gugur dan keputusan Panitia tidak dapat diganggu gugat.

B. Seleksi penerimaan Dokter dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:
1. Seleksi Administrasi;
2. Ujian Kompetensi Tertulis, dijadwalkan akan dilaksanakan pada tanggal 4 September 2010. Tempat pelaksanaan ujian akan ditentukan kemudian;
3. Tes Pemeriksaan Psikologi dan Wawancara dijadwalkan akan dilaksanakan pada tanggal 18 – 22 Oktober 2010. Tempat pelaksanaan ujian akan ditentukan kemudian;

VI. PENGUMUMAN HASIL SELEKSI ADMINISTRASI DAN PENGAMBILAN KARTU TANDA PESERTA UJIAN

1. Hanya Peserta yang telah melakukan registrasi online dan memenuhi seluruh persyaratan untuk melamar/persyaratan pendaftaran, yang akan diluluskan dalam tahapan Seleksi Administrasi. Hasil Seleksi Administrasi dijadwalkan akan diumumkan pada tanggal 30 Agustus 2010 melalui situs http://e-cpns.deplu.go.id.
2. Pelamar yang telah dinyatakan lulus tahapan Seleksi Administrasi diwajibkan untuk mengambil Kartu Tanda Peserta Ujian (KTPU) sebagai syarat mengikuti Ujian Tulis Substansi.
3. KTPU harus diambil sendiri oleh peserta ujian di Pusdiklat Kemlu, Jalan Sisingamangaraja No. 73, Jakarta Selatan, dengan menunjukkan kartu identitas diri. Apabila Peserta mewakilkan pengambilan KTPU kepada pihak ketiga, maka diperlukan Surat Kuasa bermaterai dengan menunjukkan kartu identitas diri Peserta dan Penerima Kuasa, serta menyerahkan fotokopi kartu identitas diri dimaksud.
4. Jadwal pengambilan KTPU dijadwalkan akan diumumkan kemudian melalui situs http://e-cpns.deplu.go.id.

VII. LAIN-LAIN

1. Kementerian Luar Negeri tidak bertanggung jawab atas pungutan atau tawaran berupa apapun oleh oknum-oknum yang mengatasnamakan Kementerian Luar Negeri atau Panitia.
2. Peserta diharapkan tidak melayani tawaran-tawaran untuk mempermudah penerimaan sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil Kementerian Luar Negeri.
3. Bagi mereka yang telah dinyatakan lulus hingga tahapan terakhir seleksi, tetapi mengundurkan diri diwajibkan mengganti biaya yang telah dikeluarkan Panitia sebesar Rp 15.000.000,- (Lima Belas Juta Rupiah) untuk PDK dan Dokter dan Rp 10.000.000,- (Sepuluh Juta Rupiah) untuk BPKRT dan PK.
4. Lamaran yang dikirimkan kepada Kementerian Luar Negeri sebelum pengumuman ini dianggap tidak berlaku.
5. Informasi resmi yang terkait dengan Seleksi Penerimaan CPNS Kemlu 2010 hanya dapat dilihat dalam situs http://e-cpns.deplu.go.id. Para Pelamar disarankan untuk terus memantau situs dimaksud.

Bagi yang tertarik, silakan dan mongoooo….

*
Download Form Surat Pernyataan
*
Download Form CV
*
Download Kriteria Foto
*
Pendaftaran Diplomat
*
Pendaftaran Bendaharawan
*
Pendaftaran Petugas Komunikasi
*
Pendaftaran Dokter Umum
*
Pendaftaran Dokter Gigi
*
Semoga bermanfaat….

Read more: http://jarno.web.id/lowongan-kerja/pengumuman-seleksi-penerimaan-cpns-kementrian-luar-negeri-ta-20102011#ixzz0w0jl5UsX

13 Juli 2010

SURAT EDARAN – NOMOR 05 TAHUN 2010 | Pendataan Honorer | Pendataan Tenaga Honorer | PENDATAAN TENAGA HONORER YANG BEKERJA DI LINGKUNGAN INSTANSI PEMER

MENTERI NEGARA
PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA
DAN REFORMASI BIROKRASI
REPUBLIK INDONESIA

Kepada Yth.
1. Pejabat Pembina Kapegawalan Pusat,
2. Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah.

di

Tempat.

SURAT EDARAN – NOMOR 05 TAHUN 2010

TENTANG
PENDATAAN TENAGA HONORER YANG BEKERJA DI LINGKUNGAN INSTANSI PEMERINTAH

1. Bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawat Negeri Sipil sebagaimana telah dubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007, Pemerintah telah melakukan pemrosesan tenaga honorer sejumlah 920.702. Menurut laporan dari berbagai daerah dan pengaduan tenaga honorer yang disampaikan kepada Badan Kepegawaian Negara dan Kementerian PAN &RB serta kepada Anggota DPR-RI khususnya Komisi II, Komisi VIII dan Komisi X, masih terdapat tenaga honorer yang memenuhi syarat Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 jo Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007.

2. Ada pun tenaga honorer dimaksud terdiri dari:
a. Kategorii I.
Tenaga honorer yang penghasilannya dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dengah kriteria:
1) Diangkat oleh pejabat yang berwenang;
2) Bekerja di instansi pemerintah;
3) Masa kerja mInimal 1 (satu) tahun pada 31 Desember 2005 dan sampai saat ini masih bekerja secara terus menerus;
4) Berusia sekurang-kurangnya 19 tahun dan tidak boleh Iebih dart 46 tahun per 1 Januari 2006.

b. Kategori II.
Tenaga honorer yang penghasilannya dibiayai bukan dan Anggaran Pondapatan dan Belanja Negara (APBN) atau bukan dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dengan kriteria:
1) Diangkat oleh pejabat yang berwenang;
2) Bekerja di instansi pemerintah;
3) Masa kerja minimal 1 (satu) tahun pada 31 Desember 2005 dan sampal saat ini masih bekerja secara terus menerus;
4) Berusia sekurang-kurangnya 19 tahun dan tidak boleh lebih dan 46 tahun per 1 Januari 2006

3. Untuk menyelesaikan tenaga honorer tersebut diatas dan sambil menunggu Peraturan Pemerintah Tentang Persyaratan dan Tata Cara Penyelesaian Tenaga Honorer:

a. Tenaga honorer kategori I diminta kepada Pejabat Pembina Kepegawaian agar:
1) Melakukan pendataan tenaga honorer sebagaimana kriteria diatas berdasarkan formulir yang telah diisi oleh tenaga honorer dan disahkan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian atau pejabat lain yang ditunjuk dan pejabat yang bertanggungjawab dibidang pengawasan sebagaimana tersebut dalam lampiran.
2) Perekaman data tenaga honorer harus menggunakan aplikasi yang telah disiapkan oleh BKN. Aplikasi dan formulir pendataan dapat diunduh di www.bkn.go.id atau menghubungi BKN/Kantor Regional BKN di wilayah kerjanya.
3) Menyampaikan formulir pendataan tenaga honorer yang telah ditandatangani oleh Pejabat Pembina Kepegawaian atau pejabat lain yang ditunjuk dan pejabat yang bertanggungjawab dibidang pengawasan, daftar nominatif beserta softcopy (compact disk) data tenaga honorer hasil inventarisasi tersebut telah diterima di Badan Kepegawaian Negara paling lambat tanggal 31 Agustus 2010 sebagai bahan persiapan untuk melakukan verifikasi dan validasi data tenaga honorer oleh Tim verifikasi dan validasi nasional yang jadwal pelĂ ksanaan akan disampaikan kemudian oleh Kepala Badan Kepegawaian Negara.
4) Pejabat Pembina Kepegawaian Kabupaten/Kota agar menyampaikan tembusan sebagaimana tersebut pada angka 3 diatas kepada Gubernur.

b. Tenaga honorer kategori II, diminta kepada Pejabat Pembina Kepegawaian agar:
1) Melakukan inventanisasi data tenaga honorer sebagaimana kriteria diatas berdasarkan tormulir sebagaimana tersebut dalam lampiran II.a dan II.b.
2) Menyampaikan hasil inventarisasi tersebut kepada Kementerian PAN & RB tembusan BKN paling lambat tanggal 31 Desember 2010.

4. Selain hal tersebut diatas Pejabat Pembina Kepegawaian perlu melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Data Tenaga Honorer yang memenuhi persyaratan sebagaimana kategori I yang disampaikan kepada Kepala BKN setelah tanggal 30 Juni 2006 sampai dengan tanggal dikeluarkan Surat Edaran ini dinyatakan tidak berlaku dan agar diusulkan kembali dengan formulir sebagaimana dimaksud pada lampiran I.
b. Pelaksanaan pendataan (proses dan hasil) harus dilakukan secara transparan, tidak dipungut biaya, cermat, akurat, tepat dan diumumkan melalui media selama 14 (empat belas) hari kepada publik sehingga tidak menimbulkan permasalahan data tenaga honorer dikemudian hari.
c. Pejabat yang menandatangani formulir akan dikenai sanksi administrasi maupun pidana, apabila dikemudian hari ternyata data tenaga honorer yang disampaikan tesebut tidak benar dan tidak sah.
d. Biaya pelaksanaan pendataan tenaga honorer dibebankan pada APBN/APBD di masing-masing instansi pemerintah yang bersangkutan.
a. Apabila sampal tanggal 31 Agustus 2010 formulir pendataan tenaga honorer. daftar nominatif beserta softcopy (compact disk) dan formulir data belum diterima oleh BKN, maka Instansi tersebut dinyatakan tidak memiliki tenaga honorer dan tidak dapat mengusulkan tenaga honorer kembali.

5. Demikian untuk menjadi perhatian dan dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 28 Juni 2010
Meriteri Negara
Aparatur Negara

Tembusan:
1. Presiden Republik Indonesia;
2. Wakil Presiden Republik Indonesia;

[Masedlolur mengingatkan kembali kembali kepada saudara-saudara tenaga honorer yang termasuk kategori I maupun kategori II, agar tak segan-segan proaktif menanggapi ini, dan jangan hanya berpangku-tangan menunggu, tetapi galilah informasi dan lakukan implementasi, selamat berjuang, terimakasih]

30 Mei 2010

Lomba Kreativitas Ilmiah Guru ke-18

http://kompetisi.lipi.go.id/lkig18/ »

Kerjasama antara Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dengan AJB Bumiputera 1912.

TINGKAT DAN BIDANG LOMBA
Guru SD/sederajat: umum (salah satu pelajaran)
Guru SMP/sederajat dan SMA/sederajat : 2 Bidang (Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan dan Bidang Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, dan Teknologi)

PERSYARATAN

1. Peserta adalah guru yang mengajar pada lembaga pendidikan formal.
2. Belum pernah menjadi pemenang LKIG dalam kurun waktu dua tahun terakhir.
3. Sistematika Penulisan: Abstrak, Pendahuluan, Metodologi, Isi/Pembahasan, Kesimpulan dan Daftar Pusaka
4. Menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar, diketik HVS A4, berjarak 1 ½ spasi dengan jenis huruf Arial ukuran 11.
5. Karya ilmiah harus asli (bukan jiplakan/plagiat) dan belum/sedang diikutsertakan dalam lomba sejenis tingkat nasional.
6. Jumlah halaman karya ilmiah maksimal 25 halaman (termasuk sketsa/gambar/foto)
7. Melampirkan rekomendasi Kepala Sekolah dan Daftar Riwayat Hidup serta mencantumkan alamat dan nomor telepon/fax kantor/rumah/HP yang mudah dihubungi.
8. Karya ilmiah sebanyak 4 eksemplar (1 asli, 3 fotocopy) dan soft copy (CD) diterima panitia paling lambat tanggal 3 Juli 2010
9. Pada pojok kiri atas sampul ditulis tingkat dan bidang lomba yang diikuti
10. Warna sampul karya ilmiah: SD (merah), SMP Bidang IPSK (kuning), SMP Bidang MIPATEK (biru), SMA Bidang IPSK (hijau), dan SMA Bidang MIPATEK (oranye).
11. Karya ilmiah dan alat peraga yang diperlombakan menjadi milik panitia
12. Keputusan Dewan Juri tidak dapat diganggu gugat

17 Mei 2010

Guru Honorer Unjuk Rasa di Depan Kemendiknas

Antara - Senin, 17 Mei

Jakarta (ANTARA) - Sekitar 300 guru honorer menggelar unjuk rasa di depan Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Senin.

Menurut informasi dari Traffic Management Center (TMC) Polda Metro Jaya di Jakarta, Senin pagi, ratusan guru tersebut tergabung dalam Persatuan Honorer Sekolah Negeri Indonesia.

Mereka menuntut antara lain agar status honorer yang mereka miliki bisa diangkat sehingga bisa menjadi pegawai tetap.

Para pengunjuk rasa tidak hanya berasal dari wilayah DKI Jakarta tetapi juga dari berbagai provinsi di luar ibukota, antara lain Jawa Timur, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Barat, dan Banten.

Aksi tersebut berlangsung dengan tertib dengan penjagaan petugas Direktorat Samapta Polda Metro Jaya.

Selain berunjuk rasa di depan kantor Kemendiknas, massa juga berencana menggelar aksi serupa di depan Gedung MPR/DPR/DPD di Jalan Gatot Subroto dan depan Istana Merdeka.

Sebelumnya, ribuan guru yang tergabung dalam Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia melakukan demonstrasi hingga mengakibatkan tertutupnya jalur Jl Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan, tepat di depan Kantor Kementerian Pendidikan Nasional, Rabu (12/5).

Kegiatan itu mengakibatkan kemacetan parah dan antrean kendaraan dari Jl Sisingamangaraja menuju ke Jl Sudirman.

Sejumlah guru yang melakukan unjuk rasa itu bergantian melakukan orasi yang intinya antara lain menolakan rencana penghapusan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (Ditjen PMPTK).

Para pengunjuk rasa juga membawa beberapa spanduk yang antara lain bertuliskan "Guru, Dosen, dan Tenaga Kependidikan tidak ingin dipecah-pecah".

16 Februari 2010

Lega Banget Guru Honorer Tahun 2010 Semua Diangkat CPNS dengan Tiga Cara Seleksi

Good News Tahun 2010 Guru Honorer Diangkat Jadi CPNS Semua Asalkan Memenuhi Salah Satu dari Tiga Cara Seleksi Yaitu, (1) Reguler melalui tes ujian penerimaan CPNS formasi 2010, (2) Tanpa tes sesuai dengan PP 48/2005 juncto PP 43/2007 tentang sistem pengangkatan tenaga honorer, dan (3) Seleksi yang dilakukan oleh sesama honorer.

MEDAN (Berita):Untuk priode tahun 2010, pemerintah akan menerapkan tiga jenis seleksi untuk pengangkatan guru honorer menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Hal ini disebabkan banyaknya jumlah tenaga guru honorer yang belum diangkat, dengan total 946 ribu orang secara nasional.

Anggota Komisi X DPR RI, Wayan Koster, saat menerima rombongan Komisi E DPRD Sumatera Utara dan Dinas Sosial Pemerintahan Provinsi Sumut (Pemprovsu) serta Forum Komunikasi Tenaga Honorer Sekolah Negeri (FKTHSN) Sumut, di Gedung DPR RI Jakarta, kemarin menyebutkan tiga jenis seleksi itu pantas diterapkan mengingat besarnya jumlah guru honorer yang akan diproses menjadi PNS.

Komisi E DPRD Sumut yang hadir yaitu Ketua Komisi Brilian Mochtar, beserta anggota yakni Timbas Tarigan, Muslim Simbolon, Siti Aminah, Arlena Manurung, dan Rahmiannah Delima Pulungan, serta dua Staf Dinas Sosial Pemprovsu H M Hatta Siregar, Marion Ginting.

Menurut Wayan, terkait permasalahan tenaga guru honorer dan tenaga honorer secara umum, pihaknya sedang membahas kebijakan untuk menyelesaikan permasalah ini secara keseluruhan dengan membentuk panitia gabungan antara komisi II, VIII dan X yang bekerjasama dengan beberapa departemen yaitu Departemen Pendidikan, Kesehatan, Pertanian, Kepegawaian dan beberapa lainnya.

Dari koordinasi terakhir yang dilakukan, akan ada tiga cara yang digunakan mengangkat tenaga guru honorer menjadi PNS, yakni reguler melalui tes ujian penerimaan CPNS formasi 2010, tanpa tes sesuai dengan yang diatur dalam Perarturan Pemerintah (PP) 48/2005 junto PP 43/2007 tentang sistem pengangkatan tenaga honorer, dan seleksi yang dilakukan oleh sesama honorer.

“Berdasarkan data yang kami terima 2010 ini, totalnya ada sebanyak 946 ribu guru honorer yang harus diangkat jadi PNS. Belum tentu semuanya dapat diselesaikan tahun 2010 ini kan,” ujarnya didampingi anggota Komisi X DPR RI Dedi S Gumelar dan Wakil Ketua Komisi II DPR RI Ganjar Pranowo.

Mereka yang direkrut tanpa tes adalah para guru honorer yang memenuhi syarat sesuai PP 48/2005 juncto PP 43/2007, di mana guru honorer tersebut harus sudah memiliki masa kerja satu tahun pada 31 Desember 2005, dibuktikan dengan surat keputusan (SK) pengangkatan oleh instansi pemerintah (kepala sekolah negeri dan/atau kepala dinas pendidikan), baik yang honorariumnya dibiayai oleh APBD maupun APBN, dan usia maksimal 48 tahun.”Untuk latar belakang pendidikan, tidak jadi masalah,”ujarnya.

Sebenarnya untuk kategori tanpa tes ini telah dilakukan secara bertahap sejak 2005. Namun karena ada manipulasi data yang dilakukan oleh pemerintah kota/kabupaten, di mana data awal seluruh tenaga honorer hanya 800 ribuan orang membengkak menjadi 920 ribuan orang, dan telah disertai dengan SK pengangkatan yang diberlakukan surut.

Ini menyebabkan tertundanya penuntasan pengangkatan tenaga honorer, sehingga sampai sekarang baru terselesaikan sekitar 800 ribuan orang, sedangkan sisanya ada sekitar 80 ribuan yang masuk data based, tapi ternyata tidak memenuhi syarat seperti yang tertera di PP 48/2005 juncto PP 43/2007. Bahkan ada pemerintah daerah yang tidak mau untuk mengangkat PNS para guru honorer seperti di DKI, dan ada juga guru CPNS yang belum bisa diangkat karena NIP belum bisa dikeluarkan, dikarenakan guru yang bersangkutan belum melengkapi syarat administrasi secara keseluruhan.

Tahun 2010 ini, guru honorer yang sudah memenuhi syarat sesuai PP 48/2005 juncto PP 43/2007 ini yang diutamakan untuk diangkat, yaitu ada sekitar 105 ribu orang. Baik yang sudah masuk dalam data based maupun yang masih tercecer atau belum terakomodir, yaitu bagi guru yang belum terdata karena pada saat pendataan laporan membengkak membuat pemerintah memutuskan untuk menutup laporan data based dari daerah. Sehingga ada guru honorer yang tidak terdata, padahal ia sudah memenuhi syarat.

Untuk itu, pihaknya mengimbau para guru honorer dapat segera mendatakan namanya di Dinas Pendidikan terkait, apakah termasuk dari 105 data based yang diterima DPR RI saat ini. “Kami anjurkan, karena bapak dan ibu guru juga ada di Jakarta. Maka baiknya juga menyampaikan data jumlah guru honor di Sumut ini ke BKN dan Departemen Kepegawaian,” katanya.

Selain itu, tahun 2010 ini juga akan ada pengangkatan guru honorer menjadi CPNS dengan sistem seleksi yang dilakukan oleh sesama guru honorer. Yaitu, guru honorer yang tidak dibiayai oleh APBN atau APBD, asalkan SK pengangkatannya menjadi guru honorer dilakukan oleh instansi pemerintah (Kepala Sekolah dan/atau kepala Dinas Pendidikan) dengan batasan masa tugas yaitu minimal harus sudah bertugas satu tahun pada 1 Januari 2006 atau 31 Desember 2005.

Untuk sistem ini Panitia gabungan komisi DPR RI sedang mempersiapkan PP yang baru. Jika ternyata nanti masih tetap ada guru honorer yang tidak bisa diangkat berdasarkan ketiga cara diatas, karena tidak memenuhi syarat, maka Wayan menyatakan guru honorer tersebut akan diangkat menjadi pegawai tidak tetap dengan pendekatan kesejahteraan. Yaitu gaji guru honorer berdasarkan upah minimum regional atau memenuhi kebutuhan sehari – hari guru yang bersangkutan serta tunjangan kesehatan.

Meskipun demikian, Ketua FKTHSN Sumut, Andi Subakti menuntut agar ribuan guru honorer yang belum bisa diangkat karena terkendala PP 48/2005 juncto PP 43/2007 dapat segera diangkat CPNS. Alasannya, rata-rata guru honorer yang ada sekarang telah bekerja lebih dari lima tahun.(irm)

Masedlolur bertanya:”bagaimana dengan Anda dan gerakan semua rekan di kota atau kabupaten Anda?” Oleh karena itu, segeralah bertindak proaktif, jangan diam menunggu. Terimakasih

26 Januari 2010

Gaji Guru PNS 2010 Benar-benar Menjadi Paling Top Dibandingkan PNS Lainnya| Wajar Benar Semua Mengincar Status Guru PNS

Kalau setiap calon guru dan guru swasta tahu isi informasi dalam Buku Saku APBN dan Indikator Ekonomi yang diterbitkan Direktorat Jenderal Anggaran, Kementerian Keuangan, pastilah tak satupun bakal enggan diangkat menjadi PNS.

Sebab, tidak meleset dari berita jauh sebelum ini (baca di sini), ternyata benar penghasilan guru PNS di tahun 2010 bisa lebih tinggi dibandingkan penghasilan yang diterima PNS lainnya. Itu terjadi karena guru PNS mendapatkan tunjangan kependidikan sebagai tambahan pada komponen penghasilannya.

Tunjangan kependidikan untuk guru bergolongan II/a dengan masa kerja 10 tahun ditetapkan senilai Rp 286.000 per bulan. Dan jika ditambahkan dengan komponen penghasilan lainnya, maka penghasilan bersih seorang guru golongan II/a yang belum kawin akan mencapai Rp 2.489.635 per bulan.

Sedangkan penghasilan bersih untuk guru bergolongan tertinggi atau golongan IV/e dengan masa kerja 32 tahun dan belum kawin mencapai Rp 4.631.300 per bulan. Ini lebih tinggi dibandingkan penghasilan bersih PNS bukan guru yang mencapai Rp 4.244.415 per bulan.

Perbedaan itu terjadi karena guru golongan IV/e mendapatkan tunjangan kependidikan senilai Rp 389.000 per bulan.

Hanya saja tunjangan beras seorang guru lebih kecil dibandingkan PNS lain. Guru dengan golongan II/a hingga IV/e menerima tunjangan beras senilai Rp 42.300 per bulan, adapun PNS dengan golongan sama menerima tunjangan beras sebesar Rp 44.415 per bulan.

Ampun pemerintah, jadi wajarlah kalau tuntutan untuk menjadi guru PNS pun menguat. Mengingat kesejahteraan guru PNS yang terus kalian tingkatkan, dan kalianpun bahkan berkomitmen menetapkan gaji guru PNS minimal Rp 2 juta per bulan.

Persoalan menuntut menjadi guru PNS itu dibahas serius oleh Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh dalam rapat kerja gabungan bersama Komisi II, Komisi VIII, dan Komisi X DPR di Jakarta, Senin (25/1/2010). Rapat kerja gabungan yang membahas penyelesaian terhadap pengangkatan tenaga honorer itu juga dihadiri, antara lain, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi EE Mangindaan, serta Menteri Agama Suryadharma Ali.

Yang perlu diingatkan kepada calon guru dan guru swasta adalah siapakah yang berhak menyandang status sebagai guru honorer seperti yang dimaksudkan oleh Mendiknas tersebut?

Sebab, guru non PNS bisa saja berstatus sebaga guru swasta, guru tidak tetap, guru honorer, dan guru wiyata bhakti.

25 Januari 2010

Was-was Guru Swasta Mengentas Status

Memangnya bisa was-was? Jelas bisa. Sebab, bukan baru kemarin mereka guru-guru swasta itu memiliki nasib yang tak jelas. Padahal dilihat dari sisi peraturan perundang-undangan tidak ada pasal yang menghendaki mereka perlu menerima kenyataan yang demikian mengenaskan. Implementasinya saja yang tak jarang dicurangi.

Jadi kalau mereka berunjukrasa, mogok mengajar, atau mogok makan guna mengekspresikan kekesalan mereka atas perilaku tidak adil yang dialami, maka wajarlah. Bahkan kalau mau efektif mereka seharusnya bisa mengupayakan sehari mogok mengajar secara nasional.

Tentunya setelah itu diharapkan meningkatkan perhatian pemerintah dan semua pemangku kepentingan akan tujuan gerakan mereka. Sehingga aksi-aksi mereka dipahami sebagai representasi tuntutan dari sebuah organisasi profesi, bukan sekedar gerakan dari beberapa kelompok guru swasta yang berani mengatas-namakan semuanya.

Untuk itu, diperlukan kesepakatan ulang terhadap prioritas perjuangan mereka. Apakah hanya menuntut alih status, dari non PNS menjadi PNS, seperti selama ini? Atau sesuatu yang lain, yang ke depan lebih memungkinkan direalisasikan oleh pemrintah.

Misalnya, apakah tidak sebaiknya memperjuangkan juga perubahan kuota peserta sertifikasi guru dalam jabatan, agar tidak selamanya guru swasta kejatah 25% melalui jalur penilaian portofolio. Atau, bagaimana agar peserta yang melalui jalur pendidikan, kuotanya tidak 100% untuk guru PNS. Atau, mengusahakan guru swasta berpeluang juga menjadi guru di sekolah Indonesia luar negeri yang selama ini rekrutmennya juga hanya menyentuh guru-guru PNS. Dan masih berderet-deret lagi persoalan diskriminasi yang bisa dijadikan agenda perjuangan guru swasta.

Oleh karena itu, sangat diniscayakan perjuangan mereka tidak selalu sebagai upaya mendesak pemerintah agar menerbitkan PP yang mengakomodir guru non PNS bersulih status sehingga dientaskan semua menjadi PNS, tetapi terutama juga peraturan perundang-undangan lainnya yang dirasakan terlalu menganak-emaskan guru PNS.

20 Januari 2010

Ujian Nasional: Ihwal Hasil dan Akuntabilitasnya

Ujian Nasional: Ihwal Hasil dan Akuntabilitasnya

Oleh: Eddy Soejanto*)

Hari demi hari ke depan ini, bagi para guru kelas terakhir bagaikan mempersiapkan babak final sebuah pertandingan antara para siswa dengan musuh tangguh senilai rata-rata 5,50 yang dapat menyebabkan mereka lulus atau gagal menempuh UN.

Fenomena itu memang bisa membuat gentar jiwa guru-guru, mengingat akuntabilitas mereka dipertaruhkan dalam mengalahkan nilai rata-rata 5,50. Sebab, hasilnya akan dikaji dan kalau dinyatakan gagal akan segera diadili oleh masyarakat pemangku kepentingan pendidikan.

Apabila diasumsikan besarnya jumlah pendaftar siswa baru signifikan dengan besarnya kepercayaan masyarakat terhadap sekolah, maka kegagalan siswa lulus UN di suatu sekolah akan menyebabkan berkurangnya jumlah pendaftar siswa baru. Namun, apakah demikian itu cara yang tepat mengukur akuntabilitas guru pngampu mata pelajaran ujian nasional di kelas terakhir?

Harus diingat, bahwa mutu keluaran pendidikan suatu sekolah, baik di bidang akademik maupun non-akademik, harus merupakan hasil kinerja kolektif warga sekolah, bukan hasil dari aksi-aksi individual guru matapelajaran UN di kelas terakhir.

Karena itu, selama budaya kerja sama antar fungsi dalam sekolah, antar individu dalam sekolah, sudah merupakan kebiasaan hidup sehari-hari bagi warga sekolah, maka tidak ada yang perlu dicemaskan ihwal keberhasilan atau kegagalannya.

Tetapi bila hal-hal tersebut tidak dapat berlangsung, tentu saja beban berat harus disandang sendiri oleh guru mata pelajaran UN, jika ada kegagalan. Sebaliknya, kebanggaan pasti akan membesar di kepala, jika keberhasilan yang didapat. Semuanya benar-benar menjadi tanggung-jawab guru seorang diri. Sayangnya, bukan yang begini yang diinginkan!

Di sisi lain, keberhasilan atau kegagalan suatu sekolah di bidang akademik, wajar bila secara transparan diaktualisasikan sebagai akuntabilitas sekolah kepada para pemangku kepentingan. Informasinya akan lebih banyak disorot oleh masyarakat ketika mereka meneropong pengumuman hasil lulusan. Tentunya yang benar-benar diharapkan adalah hasil kelulusan seratus persen. Baru setelah itu, syahwat keingin-tahuan mereka disalurkan guna mengakses nilai hasil ujian nasional (HUN) yang diperoleh para lulusan.

Berbeda dengan para siswa SMP/MTs, HUN tidak begitu menentukan nasib para siswa lulusan SMA/MA atau SMK. Yang teramat penting bagi mereka adalah status kelulusannya, bukan besarnya HUN yang diperoleh. Terutama bagi lulusan SMA/MA atau SMK yang ingin kuliah di perguruan tinggi.

Kenyataannya memang hampir semua perguruan tinggi (PT) tidak menyeleksi calon mahasiswa baru berdasarkan HUN tersebut. Bagi para guru, perlakuan PT terhadap HUN ini dirasakan sangat menyakitkan. Karena bagaimana pun upaya keras para guru membimbing para siswanya agar tangkas melompati ketinggian nilai rata-rata minimal 5,50 sebagai persyaratan untuk lulus, sama sekali tidak mendapatkan penghargaan yang memadai dari kalangan PT.

Menurut Jahja Umar, Ph.D (Alternatif Kebijakan Ujian Akhir Persekolahan, dalam Jurnal Gentengkali, volume 3, tahun 2001, hal. 22) penyelenggaraan UN sudah memenuhi fungsi utamanya, meliputi: quality control, motivator, public accountability, selection, screening, streaming, diagnostic tool, feed-back to the system.

Dari hasil analisis statistik yang diperoleh, tentunya pemerintah telah menjadikannya sebagai sarana mengevaluasi sistem maupun kebijakan yang telah diambil, serta mengidentifikasi variabel-variabel yang menentukan keberhasilan dalam menyelenggarakan UN.

Berangkat dari pendapat tersebut, penolakan PT terhadap HUN SMA/MA atau SMK sebagai syarat menjadi mahasiswa baru, perlu dipertanyakan. Karena orangtua siswa sebagai pemangku kepentingan pendidikan punya hak diberitahu alasannya. Apakah penolakan tersebut disebabkan pihak PT menilai bahwa HUN dinyatakan tidak valid dan tidak reliabel? Jika jawabnya ya, lalu untuk apa diselenggarakan UN?

Sampai saat ini, ruang publik yang bisa dimanfaatkan barulah berisi informasi hasil-hasil HUN di tiap-tiap sekolah. Sedangkan hasil analisis instrumen tes-nya sendiri hanya dipublikasikan terbatas di kalangan birokrasi pendidikan, sembari mengesampingkan para praktisi dan pemerhati untuk mendapatkan informasi yang seimbang.

Ampun pemerintah, kapan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dengan kewenangannya yang begitu luas, dapat membuat HUN SMA/MA atau SMK tidak hanya difungsikan sebagai syarat kelulusan.

*)Eddy Soejanto adalah pemerhati pendidikan.

18 Januari 2010

Ujian Nasional: Beraninya Menyoal Bukan Menghadapi

Ujian Nasional: Beraninya Menyoal Bukan Menghadapi

Oleh: Eddy Soejanto*)

Meskipun sudah sedemikian jauh, dan semakin dekat dengan hari H, ternyata masih belum reda juga pertikaian pendapat antara masyarakat melawan pemerintah (Depdiknas) menyoal ujian nasional (UN). Ini cukup merisaukan. Terlebih lagi, bagi siapapun yang keluar sebagai pemenang dalam pertikaian itu, belum pasti mampu menjamin selekasnya membawa UN ke arah peningkatan kualitas pendidikan dengan tercapainya seluruh standar nasional.

Ampun pemerintah, kalian selalu mengatakan bahwa pelaksanaan UN tidak terlepas dari tujuan menstandarisasikan kualitas lulusan yang diharapkan secara signifikan dapat bermuara pada peningkatan kualitas pendidikan.

Di lain pihak, kerisauan berbagai elemen masyarakat mengaktualisasikan wujud ketidak-setujuan mereka dengan menggelar berbagai unjukrasa. Sebab, menurut mereka peranan nilai-nilai hasil UN sebagai nilai-nilai yang paling menentukan dalam mempertimbangkan hak para siswa untuk lulus atau menamatkan sekolahnya, telah melanggar pasal 58 dalam UU 20/2003 tentang Sisdiknas.

Simak saja pendapat para pakar pendidikan kita. Kebijakan ujian nasional mencerminkan sikap pemerintah yang sekadar mau hasil, padahal banyak hal yang masih dipertanyakan terkait dengan ujian nasional (Winarno Surakhmad).

Atau dari HAR Tilaar yang menolak pernyataan pemerintah, bahwa ujian nasional akan memicu peserta didik berusaha lebih keras dan mengenyahkan budaya lembek. Beliau menegaskan bahwa watak lebih terkait soal moral dan nilai-nilai yang dilaksanakan dalam kehidupan, bukan sebatas mengetahui mata pelajaran yang di-UN-kan.

Ujian nasional secara sistematis menciptakan penghambat bagi anak didik untuk meneruskan ke jenjang berikutnya hanya karena keharusan memenuhi nilai ujian nasional tertentu yang dipakai sebagai acuan kelulusan.

Terlepas dari hasil akhir yang akan dicapai oleh persoalan di atas, yang jelas hari-hari ke depan adalah hari-hari tersibuk bagi para guru di kelas terakhir. Mereka pasti berupaya keras untuk memicu semangat belajar dan memacu peningkatan kemampuan siswanya agar pada saatnya nanti dengan mudah melewati nilai minimal UN, ketimbang menggunakan metode pembelajaran lain yang lebih menjamin akan kemampuan siswa menanamkan pengetahuan, pemahaman dan penerapan ilmu secara awet.

Lagi-lagi guru dipaksa untuk lebih banyak menggunakan metode drill. Karena solusi inilah yang paling favorit sejak ujian nasional masih bernama ebtanas. Para guru hanya dituntut memberikan cara penyelesaian atau cara menjawab sebanyak mungkin soal pilihan ganda yang pernah diujikan pada ujian nasional di tahun-tahun sebelumnya, tanpa perlu berpayah-payah menyampaikan pendalaman materinya. Kemudian menjelang ujian nasional diadakan uji coba terakhir yang sekaligus sebagai prediksi dari soal-soal UN yang bakal keluar.

Sudah sejak lama kita pahami, bahwa kegiatan tersebut merupakan ciri khas lembaga-lembaga bimbingan belajar (bimbel) dan sudah selayaknya berlangsung di sana, karena memang tujuan para siswa memasukinya bukan demi mendalami pelajaran sekolah.

Mereka selalu tergiur oleh promosi bimbel dengan banyaknya peserta yang diterima di perguruan tinggi, sambil menonjolkan kehandalan para tutornya yang katanya memiliki kepakaran dalam membuat trik-trik sampai jurus-jurus gambling, yang konon dapat digunakan untuk mengerjakan soal-soal sesulit apapun secara cepat dan tepat jawabannya dan yang seperti ini mereka anggap tak dipunyai oleh para guru di sekolahnya.

Tetapi bila sekolah juga ikut-ikutan menerapkan kegiatan seperti yang biasa dilakukan oleh bimbel tersebut, hendaknya perlu dipertimbangkan benar-benar oleh pihak sekolah, untuk tidak terjebak pada pemasangan tarip seharga beaya mengikuti bimbel di luar sekolah.

Jika gambaran kondisi sekolah yang demikian itu ternyata memang ada, agaknya tak patut langsung divonis salah. Karena setiap pemerintah memasang passing grade seberapapun besarnya, bagi para guru kelas terakhir tak pernah muncul perasaan gentar, bahkan senantiasa tertantang untuk melampauinya.

Hanya saja cara-cara yang ditempuhnya memang beragam, dengan mengkomersialkan pendidikannya atau menjunjung tinggi kejujuran maupun tidak. Barangkali saat sekarang yang terpikirkan hanyalah bagaimana agar tujuan sekolah tercapai, yaitu sekolah tidak akan dipermalukan dengan banyaknya siswa yang tidak lulus sekaligus dapat memenuhi harapan orang tuanya.

Ini memang kita sadari sebagai pembelajaran yang kurang pada tempatnya bagi dunia pendidikan. Sehingga merelakan sebegitu besar ongkos kemerosotan moral yang harus diberikan bagi memenangkan pertandingan melawan UN.

Tidak adakah keberanian menghadapi UN yang lebih mencerminkan keluhuran moral dalam mengatasi permasalahannya, sehingga berdampak positip bagi dunia pendidikan?

Jawabannya terpulang kepada isi jawaban semua pihak atas pertanyaan-pertanyaan selanjutnya. Kepada siswa, siapkah mental mereka apabila tidak lulus? Kepada para orang tua siswa, akan relakah mereka melihat kegagalan anaknya?

Kepada pihak sekolah, siapkah sekolah menanggung resiko tak mendapat murid baru, karena para calon murid baru takut mendaftar dengan mengetahui banyaknya siswa yang tak lulus? Kepada masyarakat, sejauh manakah mereka dapat melakukan penilaian terhadap integritas suatu sekolah?

Manakah yang bakal menjadi pilihan mereka, sekolah yang menghalalkan segala cara dan menghasilkan banyak lulusan atau sekolah yang berupaya dengan integritas tinggi tetapi berakibat fatal dengan banyaknya siswa yang tak lulus?

Agaknya masih akan lama terwujudnya paradigma baru, dimana kesiapan mental para siswa untuk tidak lulus dan kerelaan para orang tua terhadap kegagalan anaknya serta ketegaran sekolah yang gagal meluluskan siswanya seratus persen, dapat menjadi faktor yang mudah dikesampingkan dalam memperbaiki dunia pendidikan.

*)Eddy Soejanto adalah pemerhati pendidikan.

13 Januari 2010

Kok Mogok, 'Ngajar 'Napa?

Kok Mogok, ’Ngajar ’Napa?

Oleh: Eddy Soejanto*)

Sejak KBK hingga KTSP, dari perspektif pengetahuan dan pemahaman konsep, rendahnya kualitas pendidikan terkadang cukup ditengarai dengan rendahnya pencapaian kriteria ketuntasan minimal oleh siswa.

Ini dibuktikan dengan betapa terpontang-pantingnya guru-guru mata pelajaran UN 2010, sampai-sampai membuat nuansa di sekolah tak ubahnya bimbingan belajar. Merekapun merasa wajib minta tambah jam tatap muka, dengan mengikhlaskan waktu istirahat siang dan sore hari, bertahan tetap berada di sekolah mengisi kegiatan seputar nge-drill soal-soal UN. Tentunya dengan imbalan yang memadai atau tidak, itu masalah lain.

Inilah barangkali, kenapa rendahnya kualitas pendidikan kerapkali ditudingkan ke arah guru sebagai biangnya, meskipun tidak tepat. Sebab, kualitas kinerja guru berkaitan erat dengan pelbagai kondisi guru, puncak kerucutnya ada di status guru profesional yang mampu menjalankan proses pembelajaran i2m3.

Tapi guru bisa mengatasi masalah itu, asal Pemerintah dan Pemerintah Daerah terlebih dulu mengatasi kesenjangan kesejahteraan guru dengan profesi lainnya, atau sesama guru (antara PNS dan non PNS) melalui upaya merealisasikan peningkatan penghasilan guru secara memadai sehingga tetap berada di atas batas kebutuhan hidup minimum.

Sampai saat ini, upaya-upaya itu masih berkutat di penerbitan peraturan perundang-undangan, yang semuanya baru sempurna bila jelas-jelas mengarahkan kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk menyejahterakan kehidupan guru. Namun semua guru tahu hal itu tidak serta merta mengubah nasib mereka menjadi lebih baik.

Namun, bagi guru non PNS malah samasekali tidak jelas apa yang mesti diharapkan dari banyaknya peraturan perundang-undangan yang lebih condong mengatur nasib guru-guru PNS tersebut. Sehingga janji peningkatan kesejahteraan melalui proses sertifikasi guru, misalnya, belum membuat mereka langsung kelabakan untuk makin termotivasi dan berambisi mempersiapkan diri menjadi semakin mendekati status guru profesional.

Ampun pemerintah, apapun yang kalian lakukan nyatanya mereka kok mogok, ’ngajar ’napa? Mereka yang mengajar rajin saja belum tentu bisa membuat pintar muridnya.


Apakah inti persoalannya benar-benar hanya terletak pada besaran insentif yang mereka terima setiap bulan dari pemerintah daerah, minta Rp150 ribu agar dinaikkan menjadi Rp 250 ribu, yang menyebabkan guru swasta di Tegal itu mogok mengajar?

*)Eddy Soejanto, pengamat pendidikan.

11 Januari 2010

Patung-patung Pahlawan Kecil dan Besar, di Pojok-pojok Ponorogo

Dengan digunakannya kata pahlawan kecil dan pahlawan besar yang menjadi bagian dalam kalimat sebagai judul postingan ini, saya tidak bermaksud membandingkan jasa-jasa mereka yang dipatungkan dll, tetapi benar-benar hanya sekedar ingin menunjukkan ukurannya.

Saya yakin, sedikit sekali generasi muda yang tahu, bahwa di tanah bekas terminal Ponorogo pada sekitar tahun 50-an, 60-an, ada sebuah patung pahlawan pejuang kemerdekaan, dan relief kecil yang menghiasi landasannya.


Sekarang, meskipun lahan itu telah berubah menjadi pusat bisnis, keuangan, dan jasa, maka sangat mengenaskan nasib patung itu. Dia malah tidak begitu dihiraukan, baik perawatannya maupun keindahannya. Justru papan-papan nama pelaku jasa dan bisnis itu yang mengelilinginya denga strategis.


Dengan melihat gambar-gambar yang saya sajikan itu, terkesan sekali bahwa patung kecil di Ngepos itu sekarang sangat dimarjinalkan. Kenapa nggak digusur sekalian? Toh, perlu kajian lagi lebih dalam sejauh mana dia akan bermakna dalam sebuah wisata sejarah?


Ampun pemerintah kabupaten, kalian yang mesti membuat kajiannya, bukan?

Memang patung ini ukurannya besar, sehingga sekelilingnya bisa dibuatkan taman yang sampai sekarang tetap menjadi pusat kegiatan warga masyarakat, terutama pagi hari di hari-hari libur. Di luar itu, keadaan sebagaimana saat pengambilan gambar-gambar ini.


Lingkungan di sekitar patung ini cukup terawat dengan baik, walaupun terkadang kebersihan kurang dijaga oleh para pengunjungnya. Tetapi, umumnya kedatangan mereka dengan niat mengunjungi tamannya, bukan pengin menikmati kebesaran patungnya. Nah.


Ampun pemerintah kabupaten, kalian mesti membuat kajiannya, mengapa bisa demikian, bukan?

03 Januari 2010

Kecelakaan-kecelakaan di Lintasan Sejarah Guru Swasta (Kecelakaan Pertama)

Guru swasta, guru non-PNS di sekolah swasta, tidak pernah membayangkan masa kini yang sulit, apalagi itu disebabkan oleh perlakuan secara diskriminatif, atau di-PHK secara sepihak.

Mereka senantiasa berusaha keras, karena mendambakan masa depan yang relatif jelas dan menjanjikan kehidupan yang sepadan dengan pengabdiannya. Paradigma ini, menurut siapa pun, tidak ada yang akan menyalahkannya.

Namun, terjadilah kecelakaan sejarah itu. Fatal lagi! Baru setapak langkah guru swasta memperjuangkan penghapusan dikotomi dan diskriminasi, sekonyong-konyong diledakkan dan dibuyarkanlah impian mereka, dengan terbitnya PP 48/2005.

Terlepas dari bagaimana rumitnya kehadiran PP 48/2005 itu, tetap saja ini menjadi sebuah pembuktian dari olah ketrampilan intervensi para guru non PNS di sekolah negeri menaklukkan para petinggi pemerintah. Mereka lakukan itu tanpa menyuarakan ancaman mogok mengajar atau berunjukrasa besar-besaran, tetapi mampu mengubah kebijakan pemerintah.

Dengan demikian, peraturan perundang-undangan tentang rekrutmen CPNS yang sudah bertahun-tahun menjadi acuan (PP 11/2002), ternyata dapat dipecundangi hanya oleh sebuah PP, yaitu PP 48/2005 tentang pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS.

Sangat disayangkan, pada saat itu berlangsung, sebagian besar guru swasta bersikap kurang peduli, karena gelapnya informasi yang mereka peroleh. Seakan jaman kegelapan menyelimuti mereka, meskipun di luar telah berhembus santer angin perubahan dalam dunia pendidikan.

Inilah yang membelenggu mereka, membutakan visi dan kemampuan mereka untuk melihat ke depan. Mereka tertinggal, karena terlambat mengantisipasi perubahan yang tengah terjadi.

Kalau ini disebut sebuah kesalahan, maka kesalahan tersebut tidak seratus persen ditimpakan kepada para guru swasta. Sedikit-banyak andil kesalahan itu ada juga di pundak kepala sekolah atau pengurus yayasan.

Andai saja mereka memberdayakan guru swasta, sama dengan yang dilakukan oleh para widyaiswara LPMP kepada para guru bantu, bisa jadi PP 48/2005 tidak akan pernah diterbitkan dengan substansi yang menurut guru swasta sangat diskriminatif. Inilah kecelakaan pertama.

Ampun pemerintah, luka akibat kecelakaan pertama ini, sungguh sulit disembuhkan.