07 Mei 2011

O Guru, Jangan Asal Mengaku telah Melakukan Aksi Berinovasi

Saat ini orang mudah sekali memperoleh informasi ihwal berbagai model pembelajaran inovatif. Namun, guru jangan begitu saja menerima hasil polesan itu sebagai satu-satunya temuan mutakhir dalam inovasi pembelajaran.

Atau, sebagaimana kata Dave Meier guru jangan terlalu terpesona oleh metode-metode yang menekankan kesenangan dan permainan, muslihat cerdik, dan teknik-teknik menarik tanpa bukti sama sekali, bahwa semua ini dapat menghasilkan nilai yang awet, tanpa lebih dahulu memikirkan asumsi-asumsi mengenai belajar itu sendiri.

Belajar yang benar menyangkut baik ini/maupun itu, baik buku maupun pengalaman, baik kata maupun gambar, baik otak kanan maupun otak kiri, baik proses berurutan maupun simultan, baik refleksi abstrak maupun pengalaman konkret. Pembelajaran harus berdasarkan aktivitas, pengalaman dalam konteks dunia nyata seotentik mungkin, melibatkan seluruh otak, seluruh tubuh dan seluruh indra (Dave Meier, 1999)

Jadi, modal siswa yang berupa akal maupun nafsu, semuanya wajib dilayani dengan benar oleh guru. Walaupun demikian, mampukah guru seorang diri menerapkan pendidikan yang sedemikian ideal dalam sebuah kelas yang tidak ideal?
Sebab, kelas dengan jumlah siswa lebih-kurang 30 orang, pasti bukan kelas ideal. Selain ini, juga harus diingat, kebanyakan guru mengelola kelas reguler, bukan kelas akselerasi, maka di dalam kelas guru selalu menjumpai siswa malas dan nakal.

Implikasinya adalah jika siswa malas maka nilai kognitifnya akan buruk, dan jika siswa nakal maka nilai afektifnya akan jelek. Dengan keadaan siswa seperti ini, bukankah semestinya malah merupakan tantangan bagi guru?
Untuk itu, guru harus merasa memikul tugas untuk mengubah siswa malas menjadi rajin, dan siswa nakal menjadi baik. Dan dengan guru menguasai praktik berbagai model inovasi pembelajaran barangkali semuanya itu akan teratasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar